One Day Trip To Gresik : Menghapus Lelah di Masjid Jami & Alun-Alun Gresik

Sumber : Gresik-Satu
Matahari pagi di hari Sabtu kala itu mulai meninggi. Aku dan Bayu berkeliling Surabaya, mencari service motor Honda yang agak sepi agar tidak menunggu antrian lama. Tapi hasilnya nihil, beberapa tempat yang kami tuju ternyata sudah rame dengan pelanggan yang juga ingin melakukan perawatan pada motornya. Tak ingin menyia-nyiakan waktu berlibur, kami pun memutuskan untuk berjalan-jalan saja dengan sepeda motor. Bukit Jamur Gresik, itulah tempat yang ingin kami tuju. 
Saat itu kami sudah mencoba menghubungi beberapa teman yang berada di Surabaya untuk keluar bareng, karena waktu itu aku sendiri masih agak grogi buat jalan berdua sama Bayu, tapi sayangnya mereka mengaku sibuk dengan urusannya masing-masing. Akhirnya pergilah aku yang hanya berdua dengan Bayu ke kota Gresik.
Lagi-lagi kami dibantu oleh Google Maps untuk menuju arah Gresik. Tapi, di pertengahan jalan, Google Maps malah menunjukkan kami jalan melewati tol. Lah gimana ceritanya tol mobil boleh dilewatin sama motor? Aku hampir putus asa karena nggak tau jalan, tapi untungnya ada Bayu yang ingatan jalannya kuat banget. Dia bilang dia pernah berada di sekitaran jalan ini ketika mengantar seorang teman ke Terminal Osowilangun, yang konon katanya dekat dengan perbatasan Gresik. Akhirnya kami pun melaju ke arah Terminal Osowilangun.
Truk-truk besar sudah banyak turun di jalan ketika kami mendekati Terminal Osowilangun. Kami pun tetap melaju melewati terminal dan beberapa pabrik-pabrik besar di pinggir jalan. Kepulan asap pabrik dan polusi yang tampak kurang sehat mulai tampak ketika kami mulai mendekati Kabupaten Gresik, membuktikan bahwa benar jika Gresik adalah kota Industri. Namun, kami cukup menikmati perjalanan hingga kami sampai di Gerbang Kota Gresik. Yey!
Gerbang Kota Gresik. Sumber : Universitas Internasional Semen Indonesia.
Itu lah kali pertama aku menginjakkan kaki di Kabupaten Gresik. Mulai memasuki kawasan Kabupaten Gresik, kami disambut dengan bangunan-bangunan perusahaan yang berdiri kokoh dipinggir jalan. Tak lupa pula, kami melewati Gelora Joko Samudro yang merupakan stadion megah kebangaannya warga Gresik.
Kami kembali menggunakan Google Maps untuk menunjukkan jalan menuju Bukit Jamur. Tapi ternyata perjalanan kami masih memakan waktu ± 1 jam lagi. Kami pun tetap melaju meski terik matahari mulai menyerang kulit kami. Namun, aku menikmati perjalanan kami. Aku suka melihat kerindangan barisan pohon-pohon besar yang berdiri tegap di pinggir jalan. Aku suka memperhatikan rumah lawas yang masih berdiri kokoh memperlihatkan keanggunannya.
Hinggai akhirnya lebih dari satu jam sudah kami berjalan, kami pun sampai di tempat jalan masuk menuju Bukit Jamur. Tapi ternyata jalan masuk itu tertutup. Dugaan kami bukit jamurnya tutup. Padahal keterangan di Google Maps, tempat ini buka setiap hari. Kami pun memutuskan beristirahat sejenak setelah berjam-jam berjalan. Adzan Dzuhur berkumandang kala kami masih merehatkan tubuh kami. Untuk mengurangi rasa kecewa, Bayu mengajakku untuk shalat di Masjid Jami’ Gresik. Sebuah masjid yang tak sengaja kami lewati saat perjalanan tadi.

Masjid Jami’ Gresik
Sumber : Sang Nggersik

Waktu Dzuhur telah terlewat satu jam kala kami sampai di Masjid Jami’. Masjid yang terletak di sisi barat alun-alun kota Gresik, tepatnya di Jalan KH Wachid Hasyim Gresik ini menyambut kami dengan bangunan yang didominasi oleh warna krem dan hijau. Kami pun masuk ke dalam parkiran motor yang terletak di halaman masjid.
Secara kasat mata, tak ada yang istimewa dari masjid ini jika dibandingkan dengan Masjid Al-Akbar di Surabaya atau Masjid Cheng Ho di Pandaan. Hanya sebuah masjid yang berukuran agak besar dengan menara kembar di depannya yang berdiri sangat kokoh. Tapi jika disoroti dari bagian interior, kita akan melihat sisa-sisa arsitektur kuno jawa yang masih melekat di masjid ini. Bagian favoriteku adalah desain pagar dan tangga-tangganya yang dibuat dari bahan kayu yang membuat masjid ini tampak asri. Bagi saya, inilah yang membuat masjid menjadi menarik. 
Tapi satu lagi fakta yang membuat masjid ini tampak istimewa. Masjid yang banyak dikunjungi masyarakat ini ternyata merupakan masjid paling tua dan bersejarah di Kota Gresik, bahkan masjid tertua di tanah jawa. Dan konon katanya, masjid ini sudah ada sejak awal penyebaran Islam di Indonesia. Tepatnya pada masa Syekh Maulana Malik Ibrahim pada tahun 1400 M. Namun pada mulanya, masjid ini hanya berupa mushola kecil. Dan pada masa pemerintahan Kanjeng Poesponegoro pada tahun 1600 M, masjid ini dibangun secara bertahap hingga sekarang.
Nah selain digunakan sebagai tempat ibadah umat Islam, masjid ini juga dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan dakwah dan penyiaran Islam. Bahkan disaat aku melaksanakan shalat, terdengar langkah kaki dan suara anak-anak yang sedang bersiap-siap untuk mengaji di salah satu sisi masjid. Menyenangkan rasanya disini.
Untuk mencapai Masjid Jami’ ini tidak sulit. Jika kita berangkat dari Gelora Joko Samudro, kita hanya perlu berjalan lurus mengikuti jalan besar hingga akhirnya menemui Masjid Jami dan Alun-alun Kota Gresik. Jika menggunakan kendaraan, kita akan sampai kira-kira 15 menit.


Alun-Alun Gresik
Tugu ditengah Alun-Alun Gresik. Sumber : Kompas Wisata.
Selesai melakukan shalat. Aku dan Bayu memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak di Alun-Alun Gresik yang terletak persis di depan Masjid Jami’. Karena dua tempat ini hanya dipisahkan oleh sebuah jalan raya, kami pun memilih berjalan kaki saja.
Dari Masjid Jami’, alun-alun Gresik terlihat seperti sebuah taman yang dikelilingi oleh jajaran pohon-pohon rindang. Jika masuk ke dalam kawasan alun-alun, kita akan melihat sebuah tugu tinggi yang di kelilingi oleh beberapa air mancur. Di salah satu sisi alun-alun, kita akan melihat area bermain anak yang dan kursi taman yang tersebar di beberapa titik. Sementara di sisi lain, kita akan melihat beberapa PKL sedang menyiapkan barang dagangannya untuk dijajakkan kala senja akan tiba.
Aku dan Bayu berhenti di salah satu kursi taman untuk beristirahat sejenak melihat-lihat sekitar. Dari sini kami dapat melihat orang-orang dan kendaraan yang hilir mudik di sekitar alun-alun ini. Cukup beristirahat, kami pun berjalan-jalan ke area PKL yang menjual beraneka ragam makanan. Kala itu, aku membeli segelas jus dan Bayu membeli sekantong kripik. Selesai berbelanja, kami pun kembali ke Masjid Jami’ untuk mengambil motor dan pulang. Sayang, aku tidak bisa mengabadikan perjalanan kami disini karena batrai handphone-ku habis untuk menggunakan Google Maps di sepanjang jalan tadi.

Perjalanan kembali ke Surabaya ternyata lebih melelahkan jika dibandingkan waktu berangkatnya. Kami kembali pulang melewati Terminal Osowilangun. Tapi untuk mencapai terminal itu, kami harus menunggu berjam-jam di jalan area pabrik padahal jaraknya tidak jauh. Hal itu disebabkan kami pulang saat langit sudah mulai senja, truk-truk banyak berlalu-lalang di tempat ini. Bahkan beberapa truk mengalami kerusakan sehingga menambah buruk kondisi jalan. Tapi untungnya kami bisa pulang dengan selamat meski kelelahan. Ohya, jika kamu sedang berada di Gresik, tidak ada salahnya untuk mengunjungi Masjid Jami’ Gresik ini. Menikmati suasana masjid tertua yang ada di Pulau Jawa.

Pesan Singkat : Tulisan ini di tulis berdasarkan pengalaman pertama saya ke Gresik di tahun 2015. Kabarnya kini alun-alun Gresik telah dilakukan revitalisasi menjadi Islamic Centre.

Comments

  1. belum pernah explore sampe ke gresik nih, semoga lain waktu ada kesempatan kesini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, kemarin juga iseng karena gatau mau kemana. Jadinya main-main ke Gresik. Ayo mbak kapan-kapan main ke gresik :D

      Delete

Post a Comment