Halo Stranger!

   Bulan Januari kemarin adalah salah satu bulan yang penuh cobaan, galau karena belum ada panggilan yang sesuai dengan hati nurani, gelisah karena pacar mulai berubah, dan mendadak penyakitan. Iya bulan kemarin aku sempat terjangkit ISK dan DBD secara berturut-turut. Dan alhamdulillah, untungnya aku punya badan yang kuat walau pun kecil, jadi masih bisa dirawat jalan.
   Awal bulan kemarin sekitar tanggal 6 Januari 2015, aku pergi ke RSUD AWS untuk memeriksakan diri di poli urologi. Jam 9 pagi, aku sudah duduk sendirian di loket antrian, menunggu untuk dipanggil. Beberapa menit kemudian, seorang mbak-mbak duduk di sebelahku (kita sebut saja mbak Bintang) dengan seseorang yang diakui sebagai temannya (kita sebut saja mbak Bulan). Saat itu aku sedang sibuk mengscrolling RU di BBM-ku. Tanpa nggak sengaja, aku mendengar percakapan dua mbak-mbak yang duduk disebelahku.
   Singkatnya, percakapan antara mbak Bintang dan mbak Bulan ini di dominasi oleh mbak Bulan. Menurutku, mbak Bulan ini adalah tipe cewek-cewek yang doyan ngomong tapi kurang pengertian. Kenapa aku bisa bilang kalau mbak Bulan ini kurang pengertian? Karena selama aku tidak sengaja mendengarkan percakapan antara mbak Bulan dan mbak Bintang, aku bisa merasakan bahwa mbak Bintang ini menunjukkan bahasa tubuh yang nggak enak. Aku bisa membaca pikiran mbak Bintang bahwa mbak Bintang nggak pengen diajak ngobrol oleh mbak Bulan, tapi sayangnya, mbak Bulan terus mengoceh tanpa lelah. Akhirnya sekitar 15 menit kemudian, mbak Bintang mencoba membebaskan dirinya dengan beralasan pergi untuk mencari air minum. Dan tinggalah aku berdua dengan mbak Bulan ini dalam satu kursi yang cukup untuk empat sampai lima orang ini. Perasaanku mulai nggak enak.
   Aku mencoba menyibukan diriku dengan gadgetku. Sampai akhirnya ada orang yang berkata, “Mbak, nomor antrian berapa?”
   Aku tau itu suara mbak Bulan, dan aku berharap dia nggak sedang mencoba mengajak aku bicara. Aku menoleh ke arahnya, memastikan dia sedang berbicara ke arah lain, bukan ke arahku. Dan saat aku menoleh ke arahnya, dia sedang melihat ke arahku dengan bibir penuh senyuman. Yaela, ini orang kayanya tipe orang yang doyan ngomong, nggak bisa diam, tebakku dalam hati.
   Dengan hati yang lapang, akhirnya menyauti ajakan obrolan dari mbak Bulan. Kami mengobrol lumayan lama. Dan hal-hal yang mbak Bulan obrolkan pun kebanyakan adalah hal-hal yang mbak Bulan sudah obrolkan dengan mbak Bintang, yang aku juga sudah mendengarnya tanpa sengaja. Sedikit membosankan tapi aku tetap berusaha untuk bersikap baik. Beberapa menit kemudian, aku melihat mbak Bintang masuk ke dalam ruangan lagi, aku bisa menebak kalau mbak Bintang pasti nggak bakal milih tempat duduk di sebelah mbak Bulan, dan ternyata aku benar. Mbak Bintang memilih duduk di pojokan yang jauh dari pandangan kami berdua, menghindari mbak Bulan.
   Setengah jam kemudian, mbak Bulan pamit pergi untuk mengambil hasil CT-Scan nya ke radiologi. Aku pun merasa lega dan bebas. Tapi ternyata kebebasan itu hanya untuk sementara. Sekitar sepuluh menit kemudian, mbak Bulan kembali. Aku bisa melihatnya yang sedang berjalan ke arahku, aku berharap agar dia nggak duduk disebelahku lagi. Tapi harapanku pupus, lagi lagi mbak Bulan duduk di sebelahku.
   Kami pun, lagi lagi, mengobrol. Awalnya kami hanya membicarakan penyakit yang mungkin di derita oleh mbak Bulan, sampai akhirnya mbak bulan berkata, “Gimana ya kalau dua orang masih saling mencintai walau pun mereka sudah menikah dengan pasangannya masing-masing?”
   “Hah, maksudnya mbak?” tanyaku, lugu.
  “Iya, jadi ada dua orang temanku, cewek sama cowok, dulu dua-duanya ini pacaran sampai bertahun-tahun. Sampai akhirnya si cewek ini nikah sama cowok lain. Nah si cowok yang pacaran lama sama dia ini sakit hati, dia balas dendam sama cewek-cewek lain, sampai akhirnya dia nikah tapi cuma buat pamer ke ceweknya yang dulu itu. Tapi anehnya, mereka itu sampai sekarang masih suka SMS-an, telpon-telponan, kaya orang pacaran.” Jelas mbak Bulan, panjang.
   “Loh kok bisa gitu, mbak? Yang cewek kenapa mau nikah sama cowok lain?” tanyaku lagi.
   “Karena utang budi. Jadi dia di kuliahin sama cowok lain itu, karena merasa nggak enak, jadi ceweknya ini menikahlah sama cowok lain. Sekarang sudah punya anak dua temanku yang cewek ini, si cowoknya yang lama itu juga punya anak sudah, tapi ya itu mereka ngakunya masih sama-sama saling cinta”
   “Ooh. Kok bisa gitu ya mbak. Kenapa nggak mereka mencintai apa yang sudah mereka punya daripada mencintai apa yang nggak mereka bisa gapai?” tanyaku, sok bijak.
   “Nggak tau, katanya sih cinta mati. Rumah tangga mereka masing-masing itu keliatan dari luar aja bahagia, tapi di dalamnya kacau” cerita mbak Bulan.
   Kami terus melanjutkan pembicaraan ini. Sebenarnya yang dibicarakan cuma sekitaran ini-ini aja, tapi mbak Bulan dengan pintarnya terus memutar-mutar dan membolak-balikan kata-kata dengan cerita yang ini-ini aja. Aku pun merespon hanya dengan pertanyaan, seolah-olah aku ingin tau, padahal aku merasa terlalu muda untuk membicarakan hal ini. Pacaran aja selalu gagal, ini malah diajak ngobrol soal rumah tangga, keluhku.

Ada beberapa hal yang kubingungkan dengan cerita yang diceritakan oleh mbak Bulan ini kepadaku:
  1. Kenapa mbak Bulan mencerita masalah yang pada dasarnya adalah masalah dalam negeri temannya? Tentang pernikahan dan cinta temannya. Bukankah itu bukan urusannya? Kalau pun mbak Bulan nggak bohong sih, aku juga nggak tau apakah dia benar-benar menceritakan masalah temannya atau masalahnya sendiri dengan menyamarkan sebagai ‘teman’.
  2. Kenapa mbak Bulan ini menceritakan masalah ini ke aku? Apa aku keliatan tua dan tampak sudah berumah tangga sehingga mbak Bulan terdorong untuk menceritakan masalah ini ke aku?
  3. Apa yang membuat mbak Bulan terus-menerus menceritakan masalah ini ke aku padahal aku sudah memberikan jawaban yang nggak memuaskan? Tidak kah mbak bulan melihat mukaku yang masih lugu ini?
Tapi dibalik kebingungan-kebingungan itu, aku bisa mengambil beberapa hikmah dari kisah yang kualami ini, yaitu
Jika kamu sedang bingung, sedih, kesel, kecewa, dan butuh seseorang yang bisa mendengarkan ceritamu, pergi lah ke tempat yang ramai, duduk lah di sebelah orang yang keliatannya sedang sendirian dan nggak kamu kenal, ajaklah dia berbicara dan jika kalian sudah merasa nyaman, coba lah untuk menceritakan masalahmu kepadanya. Kalau pun dia tidak bisa memberimu saran yang baik, setidaknya dia sudah menjadi pendengar yang baik.

Comments