#1 My First Job Interview Experience

     A couple weeks ago, I’ve posted a funny post about job interview. Although it isn’t funny story, is it? And last week, for the first time in forever (sambil nyanyi kaya Anna), finally I got a job interview. And now I wanna tell you about my first job interview experience. Want to know? Keep scrolling!

     Kamis pertama di bulan Februari. Sore itu entah kenapa, aku ngerasa pengen banget ngecek handphone. Siapa tau ada SMS, pikirku. Padahal selama ini aku cuma pegang handphone saat pagi dan malam hari, itu pun hanya untuk mematikan dan menyalakan alarm. Aku meraih handphone-ku yang kuletakkan di atas lemari kecil di sebelah tempat tidurku, membuka kunci layar, dan mulai terperangah saat melihat ada simbol pesan baru yang terlihat di notifikasi. Ah paling juga SMS dari operator, tebakku. Tapi tebakanku salah. Itu adalah SMS dari nomor yang nggak aku kenal. Dengan rasa penasaran yang tinggi, aku membaca pesan itu. Rasa kaget, lega dan bahagia tumpah ruah di hatiku. Aku mencoba membaca ulang SMS itu dengan perlahan-lahan, mencoba membaca dengan teliti setiap kata yang dikirimkan, berharap kalau aku nggak salah baca. Tapi ternyata aku memang nggak salah. Itu adalah SMS dari Klinik Bulan. Klinik Bulan adalah salah satu klinik yang aku kirimkan lamaran kerja sekitar dua bulan yang lalu. SMS itu memintaku untuk memenuhi panggilan wawancara esok hari pada jam sembilan pagi. Yey! Setelah dua bulan aku mengirimkan surat lamaran ke empat klinik dan satu sekolah kesehatan, akhirnya ada satu yang memintaku untuk interview. Aku terharu. Rasanya bahagia banget. Iya, aku tau kalau itu baru wawancara, aku tau kalau aku belum tentu diterima bekerja disana, dan aku tau kalau rezekiku mungkin nggak disana. Tapi setidaknya aku merasa lamaran yang aku kirimkan akhirnya dihargai.
     Satu jam pertama setelah aku baca SMS ini, aku ngerasa senang banget. Ngerasa Allah itu baik banget karena akhirnya ngejawab doa aku. Aku nggak berhenti senyam-senyum sendiri sambil ngebaca SMS itu berkali-kali seolah-olah aku belum puas ngebacanya. Tapi satu jam kemudian, aku galau. Ini adalah pengalaman interview-ku yang pertama. Aku terlalu bersemangat sampai aku nggak tau harus mempersiapkan apa. Aku gugup. Aku mulai takut gagal. Kemudian, aku berkonsultasi ke beberapa teman-temanku yang sudah punya pengalamanan interview untuk mengarahkanku. Mereka sangat membantuku. Akhirnya malam itu juga, dengan sistem sks, aku kembali membuka-buka catatanku yang sudah dua bulan ini nggak pernah aku baca lagi dan sedikit mempelajari tentang interview di beberapa situs.
     Malam harinya, aku nggak bisa tidur dengan nyenyak. Mungkin karena aku terlalu gugup. Hal itu ngebuat masalah interview masuk ke dalam mimpiku berulang-ulang kali. Aku jadi sering kebangun. Di pagi hari, aku menyempatkan diri untuk mempelajari kembali catatan-catatan lamaku. Dan aku nggak bisa menutupi bahwa aku semakin gugup. Jam setengah delapan, aku memaksakan diriku untuk mandi. Ini adalah mandi terpagi yang pernah aku lakukan selama jadi pengangguran, honestly. Pagi itu aku menggunakan jilbab paris berwarna hitam dengan rok dan pentofel dengan warna yang senada, disertai blus dengan corak garis-garis berwarna putih dan hijau toska. Aku melihat ke arah cermin, memperhatikan setiap inchi dari diriku yang terpantul dari cermin, memastikan bahwa aku sudah siap.
     ‘Aku bisa. Aku pasti bisa. Sekarang atau nanti, toh aku juga akan menghadapi ini. Selama dua puluh tahun hidupku, aku sudah menahlukan banyak hal, aku pasti bisa menahlukkan yang satu ini. Teman-temanku saja bisa, kenapa aku nggak bisa. Tenang aku nggak perlu cemas. Aku nggak perlu takut gagal. Aku nggak perlu khawatir. Kalau memang ini rezekiku, maka akan jadi milikku. Aku hanya perlu menghadapinya’. Ucapku berkali-kali pada diriku sendiri dalam hati.
     Jam delapan lewat lima belas menit. Aku sudah bersiap untuk pergi. Aku tau jarak antara rumahku dan klinik bulan nggak lebih dari sepuluh menit. Aku tau ini waktu yang terlalu cepat untuk aku pergi kesana. Tapi aku takut kalau saja aku terjebak macet di jalan atau ada hal lainnya yang ngebuat aku membutuhkan waktu lebih lama di jalan. Dan aku nggak mau meninggalkan kesan yang jelek di interview pertamaku, hanya karena terlambat. Jadi aku memutuskan untuk berangkat saat itu juga. Jam delapan lewat dua puluh menit, aku sudah berada di daerah sekitar Klinik Bulan. Aku kecepatan kalau ke klinik bulan sekarang, pikirku. Aku pun tetap menarik gas motorku dengan kecepatan rendah, mencoba menghabiskan waktu setidaknya sepuluh menit lagi dengan berkeliling di sekitar daerah Klinik Bulan.
     Jam delapan lewat empat puluh menit. Aku sudah berada di parkiran Klinik Bulan. Aku memarkirkan motorku dengan rapi. Merapikan penampilanku dan berjalan dengan gerakan yang lambat karena aku merasa aku masih kecepatan. Aku menghampiri mbak-mbak yang duduk di loket pendaftaran. 
     “Misi Mbak. Kemarin saya dapat SMS untuk panggilan kerja” ucapku tenang sambil melemparkan senyum.
     “Oh iya. Mbak apa? Perawat ya?” tanya mbak loket sambil meraih map berwarna kuning yang terletak di atas mejanya.
     “Iya, Mbak” jawabku singkat. Kemudian aku terdiam, sibuk memerhatikan Mbak Loket yang sedang membuka map sambil mengambil formulir yang sudah disiapkan di dalam map tersebut.
     “Ini di isi dulu ya Mbak” ucap Mbak Loket dengan wajah yang ramah, sambil menyerahkan formulir itu kepadaku.
     “Oh iya Mbak” balasku sambil menerima formulir tersebut. Aku berbalik dan menduduki kursi panjang yang terdapat di hadapan loket tersebut. Aku membuka tasku dan mencoba mengambil pulpen yang sudah kusiapkan tadi pagi. Dan bersiap untuk mengisi formulir yang aku letakkan di atas tasku.

     That’s my first job interview experience. Sebenarnya ini cerita masih panjang banget. Cuma ini tangan keburu pegel dan kayanya aku harus beristirahat sejenak. Jadi kemungkinan cerita ini akan aku bagi ke dalam beberapa chapter, karena kalau digabungin jadi satu, it will be a very long long story. Jangan kecewa, jangan sedih, karena aku pasti akan melanjutkan cerita ini. Ditunggu ya!

Comments