Mesjid Cheng Ho Pandaan

Lebih dari sebulan yang lalu, tepatnya tanggal 9 April 2016, mas Bayu ngajak aku liburan ke Malang. Awalnya sih doi ngajak jalan-jalan buat nyari angin, dan aku udah nawarin buat pergi ke Pantai di daerah Lamongan atau Madura, tapi doi lebih pengen pergi ke Malang. Jadi akhirnya aku menuruti kemauannya ke Malang. Dan berangkatlah kami ke Malang sekitar jam 10 pagi dengan keadaan perut kosong.
Sejak melangkahkan kaki keluar kos, perutku sudah keroncongan minta makan. Tapi aku hanya bisa diam dan naik ke atas motor, tanpa berani bilang kalau aku lapar. Jam 11 siang, kami tiba di Sidoarjo, diperjalanan aku sempat menawari mas Bayu buat makan atau nyemil roti dulu, tapi doi memilih untuk tetap jalan. Jam 12, kami tiba di Porong, aku merengek untuk berhenti di minimarket terdekat buat beli roti, minuman, dan cemilan. Akhirnya berhentilah kami di Alfamart porong untuk membeli beberapa bungkus roti, minuman, dan ciki. Kami pun mengisi perut kami dengan cemilan yang ada dan kemudian melanjutkan perjalanan.
Sekitar 5 menit dari Alfamart, hujan turun dan mulai membasahi kami. Kami pun terpaksa untuk berteduh di sebuah teras rumah. Setelah menunggu sekitar 45 menit, hujan mulai mereda, kamu kembali turun ke jalan untuk melanjutkan perjalanan. Di pertengahan jalan, di daerah Pandaan, kami berhenti di Masjid Cheng Hoo untuk shalat dzuhur. Saat menaruh motor di parkiran, mas Bayu sempat menyeletuk, “Kalau kita nggak nyampe ke Malang, seenggaknya kita sudah sampai disini”.

Sambil nunggu hujan,selfie dulu
Mesjid Cheng Ho Pandaaan ini adalah salah satu dari tiga mesjid di Indonesia yang menggunakan nama Laksamana Cheng Ho sebagai tempat ibadah, dua yang lainnya berada di Surabaya dan Palembang. Mesjid ini memiliki arsitektur yang sangat mengagumkan dengan perpaduan tiga budaya, yaitu Jawa, Arab dan Tiongkok. Warna kuning, hijau, dan merah menyala khas Daratan Tiongkok berhasil memberikan nuansa yang sangat indah. Mesjid ini dilengkapi dengan dua lantai, lantai dasar biasanya digunakan sebagai ruang pertemuan dan lantai dua digunakan untuk melaksanakan shalat. Atap yang bersusun seperti pagoda khas Tiongkok menambah keindahan Masjid, atap ini (katanya) melambangkan hidup manusia di dunia yang sebaiknya nggak hanya mengurusi masalah duniawi namun juga mendekatkan diri kepada Allah. Tidak hanya itu, kawasan masjid ini juga dilengkapi dengan deretan toko yang menjual makanan, pakaian, buah-buahan, souvenir, dan sebagainya. Mesjid ini pokoknya nggak rugi untuk disinggahi kalau kamu berada di perjalanan Surabaya – Malang, atau pun sebaliknya.

Sekali-kali pikniknya ke wisata religi.
Selesai mengambil beberapa poto di pelataran Masjid, kami kembali melanjutkan perjalanan ke Malang. Satu jam perjalanan setelah melewati Masjid Chang Hoo, kami kembali di guyur hujan. Hujan kali ini lebih lama dan lebih lebat dari hujan yang pertama. Kami menunggu dari matahari masih setengah terik hingga hampir tenggelam. Kami mulai ragu untuk melanjutkan perjalanan ke Malang karena hari itu sudah hampir malam, mana pula kami berencana untuk pulang keesokan paginya. Akhirnya dengan ditemani rintik hujan yang masih malu-malu dan perut yang masih kosong, kami memutuskan untuk pulang ke Surabaya. 
Di perjalanan pulang, aku sempat meminta mas Bayu untuk berenti di warung mana-aja-yang-penting-makan, tapi mas Bayu memutuskan agar kami makan mie ayam. Selagi menikmati perjalanan pulang bersama gerimis yang menggelitik, kami mencari mie ayam pinggir jalan. Tapi sayangnya, hingga kami sampai di Sidoarjo, kami selalu melewati mie ayam yang ada dan selalu berpikir ‘ah didepan pasti masih ada warung mie ayam lagi kok’. Beberapa menit kemudian, kami mulai nggak tahan menahan lapar, kami akhirnya memutuskan berhenti di sebuah Alfamart (lagi) dan memakan kebab. Selesai menyantap kebab kami masing-masing, kami kembali melanjutkan perjalanan ke Surabaya dengan (masih) ditemani rintik gerimis yang merayu. Sesampainya di kos, aku pun kelelahan dan tidur dengan nyenyaknya.

Comments