DBSB and I

Belakangan ini lagi kangen banget sama ekskul yang satu ini, Drum Band. Ekskul yang sempat aku gandrungi selama kurang lebih 3 tahun ini adalah salah satu eksul favorite-ku pada saat aku masih duduk di bangku SMP.
Drum Band Sinar Bahana, itu namanya.  DBSB, itu singkatannya. Dan inilah yang sebenarnya menjadi alasan terbesarku kenapa aku pengen banget masuk SMPN 1 Samarinda, karena aku ingin mengikuti jejak kakakku yang menginspirasiku untuk menjadi bagian keluarga dari DBSB ini. Kakak-ku, Desi, lebih dulu menjadi keluarga dari DBSB ini.
Dan inilah awal mula karir-ku di DBSB, yang nggak akan pernah bisa aku lupakan.

Menjadi kandidat the next field commander
Di awal karirku, aku sempat menjadi kandidat untuk the next field commander. Belajar memainkan tongkat mayoret, belajar menjadi gitapati, belajar teriak-teriak, semuanya sempat aku lakukan. Aku bahkan masih mengingat gerakan-gerakannya hingga sekarang, jika aku harus mempraktekannya kembali. Bersama Rena, Frina, Dini, Fida, Selvi, dan aku. Kami berenam dilatih bersama oleh Kak Ayu, Kak Aya, Kak Ayu, dan Kak Wina. Namun sayang, Rena dan Fida berhenti di tengah jalan. "Aku nggak bisa, badanku goyang-goyangku terus kalau jadi dirigen" ujar Rena saat kutanya kenapa dia nggak pernah turun berlatih lagi.

Sumber : http://2.bp.blogspot.com/

Latihan setiap Jumat - Sabtu
Kami latihan setiap Jumat dan Sabtu sore jam 15.00. Pada saat itu lah kak Azwar, pelatih kami, datang ke sekolah khusus untuk melatih kami. Tapi kami latihan nggak hanya pada saat itu saja. Saat jam ekskul di setiap hari Sabtu pun kadang kami juga latihan di halaman parkir. Dan terkadang pula, kami latihan pada hari Senin dan Rabu.
LBB, lari-lari keliling bhayangkara di siang bolong, latihan mental, semuanya pernah aku lalui. Capek memang, dan kadang jengkel juga kalau sudah disuruh latihan mental, tapi secara keseluruhan semuanya itu terasa menyenangkan.
Oiya, saat kami latihan, kami sering menggunakan warna baju yang senada. Merah, putih, atau hitam. Tapi kami lebih sering berlatih menggunakan baju hitam. Jadi jangan heran kalau dulu waktu SMP, lemariku didominasi dengan baju berwarna hitam.


Aula. Tempat biasa kami latihan. Sumber : http://3.bp.blogspot.com/

Menjadi penggiring lagu setiap upacara
Setiap Senin pagi, seperti sekolah-sekolah pada umumnya, kami melakukan upacara bendera. Layaknya upacara 17 Agustus di halaman merdeka, upacara kami diiringi oleh iringan drum band. Ya, kami lah yang mengiringi lagu di setiap upacara bendera. Wilayah kami saat upacara adalah di salah satu sisi lapangan bola, tepat di bawah ring.
Dan kami bisa dibilang zona paling aman saat upacara. Yep, aman dari razia. Di saat beberapa orang dari kami tidak memakai atribut sekolah dengan lengkap, mereka kami sembunyikan di barisan paling belakang, tertutup dengan alat, jauh dari jangkauan para guru. Serta di saat kami mendengar kabar burung bahwa akan ada razia HP, saat itu ada peraturan bahwa siswa dilarang membawa HP saat sekolah, maka kami akan menyembunyikan HP kami di ruang alat. Hihi..

Beralih menjadi Pemain Brass
Beberapa bulan setelah aku, Dini, Frina, dan Selvi menempati posisi sebagai kandidat the next field commander, kami dihadapkan oleh sebuah fakta. Fakta bahwa dalam setahun ini masih ada Kak Ayu, Kak Aya, Kak Ayu, dan Kak Wina yang masih menempati posisi sebagai field commander. Oleh karena itu, kami dialihkan untuk menjadi pemain inti dahulu. Aku, Frina, dan Selvi di brass. Sedangkan Dini di color guard.
"Tahun depan kan senior-senior kalian ini sudah kelas 3, jadi kalian nanti yang akan melanjutkannya. Untuk sekarang kalian main alat aja dulu. Jadi field commander harusnya memang merasakan rasanya jadi pemain inti dulu sebelum menjadi pemimpin" jelas kak Azwar saat memberi pengertian kepada kami berempat.
Kami berempat pun hanya bisa menerima kenyataan dengan lapang dada. Saat itu aku ditempatkan pada alat flugel. Bak hanya mengisi formasi yang kosong, alat yang kudapat bukanlah alat yang layak. Sang Flugel-ku ini mengalami beberapa kerusakan yang menyebabkan alat ini kadang dapat berbunyi, dan kadang tidak. Aku sempat membawanya untuk diperbaiki, tapi tetap nggak ada perubahan. Meski pun begitu, aku tetap berusaha untuk belajar memainkannya, dan kadang mencuri-curi kesempatan untuk memakai flugel kakak kelasku saat pemiliknya nggak turun latihan.
Frina ditempatkan pada alat terompet. Frina sempat beberapa kali turun latihan, sebelum kemudian dia memutuskan untuk berhenti. Sedangkan Selvi ditempatkan pada trombon. Namun Selvi segera memutuskan untuk berhenti mengikuti drum band dan fokus mengikuti basket.

Ini yang namanya flugel. Sumber : http://www.kanstul.com/

Ketemu teman-teman yang asik
Di sini aku bertemu dengan teman-teman yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri. Bertemu beberapa kali setiap minggu, tergabung dalam satu tim, latihan sama-sama, makan sama-sama, becanda sama-sama, berjuang pun sama-sama. Tanpa memandang bulu, apa dia adik kelas atau kakak kelas. Semuanya berlebur menjadi satu.
Dita, Heni, Yona, Gita, Windy, sempat menjadi teman-teman terdekatku di DBSB. Dulu sebelum latihan, kadang kita pergi main ke rumah Heni di daerah Antasari, atau hanya duduk-duduk di sekolah untuk bergosip.

Met my first love
Dia adalah kakak kelasku, seniorku, serta pemain perkusi favorit-ku dari dulu sampai sekarang. Jika harus kesebut namanya, maka dia adalah Bobby. Iya, dia adalah Bobby yang sama yang pernah kuceritakan di blog ini.
Berawal saat aku menjadi anak baru di DBSB, tanpa sengaja mata ini melihatnya sedang bermain snar drum-nya, rasa kagum hadir begitu saja di hatiku. Tapi aku lebih memilih untuk menjadi pengagum rahasianya saja. Lagipula siapa aku hingga berani-beraninya menyukai kakak kelas yang belum mengenalku. Terlalu panjang ceritanya jika aku harus menceritakan bagaimana jalan cerita hingga aku bisa menjadi pacarnya. Namun yang kutau, semenjak aku melihatnya, dia sudah menjadi semangat terbesarku untuk selalu turun latihan dan tetap bertahan di DBSB.

SOMC
SOMC (Samarinda Open Marching Competition) sempat menjadi ajang bergengsi pada masanya. Aku nggak pernah ketinggalan menonton acara ini semenjak kakak-ku aktif di dunia drum band. Aku masih ingat rasa deg-degan saat berada di pintu masuk peserta, aku masih ingat rasanya berdiri di tengah lapangan luas dan di tonton oleh ratusan (dan mungkin ribuan) orang, aku masih ingat kelegaan yang di dapat setelah tampil. Beberapa hari sebelum lomba, kami kerja keras, latihan dari sore sampai malam.  Namun sayang, aku lupa kejuaraan apa saja yang kami menangkan pada lomba itu.

Kehilangan harapan untuk menjadi the next field commander
Siswa baru mulai berdatangan. Kami pun semua sudah naik kelas. Aku sempat bernafas lega karena akhirnya karir-ku di brass akan segera selesai. Seperti yang sudah kak Azwar janjikan, aku akan menjadi field commander untuk menggantikan salah satu dari Kak Ayu, Kak Wina, dan Kak Ayu.
Tapi ternyata impianku itu berakhir begitu saja. Beberapa teman dari angkatanku yang emang bisa dibilang bubuhan eksis, tiba-tiba datang untuk mencalonkan diri untuk menjadi field commander. Bak lupa pada perkataannya, kak Azwar pun menerima mereka dengan senang hati. Aku merasa teriris. Aku merasa selama ini aku nggak dianggap, terlupakan. Harus kuakui, mereka memang cantik-cantik dan populer di sekolah. Aku merasa mungkin mereka memang lebih pantas menjadi field commander daripada aku. Sekali lagi, aku harus berbesar hati.
"Tapi kan itu harusnya posisi mu, Dil. Kamu sudah bela-belain main disini, megang brass. Lah mereka seenaknya, langsung datang gitu aja jadi field commander!" protes teman-temanku kepadaku.
"Iya sih. Tapi aku nggak enak sama kak Azwar, sebentar lagi lomba. Nanti siapa coba yang mau gantiin posisiku di flugel, lagi pula senior yang megang flugel cuma aku." ujarkan sambil tersenyum, namun diam-diam aku membenarkan kata-kata mereka.
"Lagian aku lebih nyaman jadi pemain inti kok" ucapku, bohong.
Bagaimana dengan Dini? Dini berhasil menyempil diantara mereka-yang-mendadak-datang-untuk-menjadi-field-commander, dia berhasil menjadi field commander. Luckly her. And poor me.

Sumber : https://meetville.com/

Pelantikan dengan Jurit Malam
MOS, Pelantikan, Ospek, aku benci itu semua. Aku benci ajang dikerjain. Dan aku selalu menghindari acara beginian. Walau pun saat menjadi panita ospek, aku akhirnya menyadari bahwa hal-hal yang kubenci ini ternyata menyenangkan. Dan itu yang terjadi saat aku masih duduk di kelas 1. Aku nggak mengikuti pelantikan pertamaku, aku sakit. Ya, aku bohong, aku nggak benar-benar sakit saat itu, aku hanya menghindar. Namun saat pelantikan kelas 2, aku akhirnya ikut. Nggak mau dikeluarkan dari DBSB dan mau ngelantik ade kelas menjadi alasan utamaku untuk ikut pelantikan. Aku hanya mengikuti satu kali pelantikan, yang harusnya dua kali. Tapi aku nggak menyesal. Toh setelah itu aku nggak bisa melantik ade kelas, karena saat kami kelas 3, DBSB mulai pasif.
Pelantikan ini berlangsung selama dua hari. Dari Sabtu sore hingga Minggu siang. Dan saat tengah malam, kami dibangunkan untuk mengikuti jurit malam. Setiap dua orang dari kami dipanggil satu per satu untuk mengelilingi sekolahan menuju pos demi pos, yang diantara dua pos tersebut terdapat 'penunggunya'. Saat itu semua lampu di sekolahan sudah di matiin, dan dekorasi dibuat sebegitu rumit. Saat itu aku jalan berdua dengan Tami. Tami memegang tanganku dengan erat. Aku mencoba menenangkannya saat dia mulai ketakutan, walau pun sebenarnya aku sama takutnya dengan dia, tapi setidaknya aku mau terlihat sok cool. Saat Tami berlari, aku ikut berlari. Saat Tami teriak, aku ikut teriak. Lucu memang.

sumber : https://pbs.twimg.com/

Pertama kali di kasih kepercayaan untuk menjadi sekretaris
Saat itu masih diacara pelantikan. Kami semua duduk di kelas XI-I untuk pemilihan pejabat pada organisasi DBSB. Rizki cipeng saat itu terpilih menjadi ketua. Dengan wakilnya, aku lupa, antara Angga atau Adam. Dan saat tiba pemilihan sekretaris dan bendara, para senior menyebut namaku dan Aba sebagai kandidatnya. "Soalnya Dila rajin turun" ucap mereka beralasan.
Saat itu kami melakukan voting untuk memilih antara aku atau Aba yang menjadi sekretaris. Saat nama Aba disebut, banyak teman-teman dan senior yang mengangkat tangan. Dan di saat namaku yang disebut, aku lupa, entah hanya satu atau tidak ada sama sekali yang mengangkat tangannya. Kepret memang, bikin aku malu aja. Hehe. Menurut voting, Aba menang telak. Dan harusnya dia yang menjadi sekretaris. Namun karena Aba juga memegang jabatan di OSIS, Aba merasa sedikit keberatan untuk menjadi sekretaris DBSB. Dan akhirnya Aba menyerahkan posisinya kepadaku.

Good bye, DBSB
Duduk di kelas 3 SMP artinya harus rela untuk meninggalkan posisi di DBSB. Ujian Nasional yang sudah di depan mata menjadi alasan utama untuk fokus belajar. Siswa kelas 2-lah yang melanjutkan perjuangan kami bersama-sama dengan siswa baru, para siswa dari kelas 1.
Tapi sayangnya saat itu DBSB sempat lumpuh. Kami berhenti latihan. Kami berhenti menggiringi lagu di setiap upacaranya. Alat yang sudah terlalu tua menjadi alasan utama kami berhenti saat itu. Proposal untuk meminta alat baru sempat kami layangkan ke pihak sekolah, tapi saat itu tidak ada jawaban. Dan kami hanya bisa bersabar saat itu.
Entah apa kabar DBSB sekarang ini. Aku sempat mendengar bahwa mereka sudah memiliki alat baru, juga pelatih baru saat ini. Saat aku SMA pun, aku sempat melihat DBSB yang mulai aktif kembali. Senang rasanya melihat DBSB bangkit kembali.

Pengen banget balik ke masa-masa itu. Pengen main lagi di DBSB. Pengen ngumpul bareng lagi sama teman-teman seperjuangan. Tapi apalah daya, waktu sudah berlalu begitu cepatnya, para anggota pasti sudah pada tumbuh dewasa dan sedang disibukkan dalam agenda memperjuangkan karirnya masing-masing. Namun satu hal yang aku yakin, mereka pasti sama rindunya dengan DBSB, sepertiku.


Comments