Bye 2014!


2014. Rasanya baru aja kemarin aku terbiasa nulis tanggalan dengan tahun 2014. Rasanya baru kemarin aku denger orang-orang bikin keributan untuk menyambut tahun 2014. Rasanya baru kemarin aku ngetawain orang-orang yang ngeramal kalau 2012 itu bakal kiamat. Rasanya baru aja kemarin kita duduk berdua di tepian dan kamu minta aku buat jadi pacar kamu #eh #abaikan. Woy, ini 2015 woy, masih aja ingat mantan. Oke, oke, sorry bro.
2014. Banyak banget hal yang sudah terlewati di tahun ini. Mulai dari yang capek banget, bahagia banget, sedih benget, pesimis banget, sampe yang eek banget lah. Tapi sejauh ini, aku masih bisa mengucap alhamdulillah atas beberapa keberhasil-keberhasilan yang sudah aku ciptakan di tahun 2014 ini. Berikut ini daftar pencapaian-pencapaian yang berhasil aku raih di tahun 2014. Dengan catatan, aku buat daftar ini bukan buat nyombong, aku buat daftar biar bisa gaul kaya orang-orang. Oke nggak penting. Pffft.

1. Riset terselesaikan lebih cepat dari yang aku kira
Sebenarnya ini faktor keberuntungan. Iya, aku beruntung punya pembimbing yang nggak terlalu cerewet dan aku beruntung punya sifat yang nggak suka menunda-nunda pekerjaan. Thanks, God. Walau pun sempet nyesel karena milih buat ngelakuin penelitian di ruang hemodialisa yang pasiennya kebanyakan habis di cucuk langsung bobo, walau pun sempet rese karena pembimbing adalah orang nomor satu di kampus yang agak susah di temuin, walau pun sempet ngeluh mulu karena kantor pembimbing jauh banget dari kampus, walau pun hampir pesimis karena sempat revisi abstrak sampe 3 kali, tapi semua itu terbayarkan saat hasil laporan riset di acc. Jangan ditanya gimana rasanya di acc sama dosen pembimbing. Karena rasanya itu kaya di deketin lagi sama mantan. Eh.

2. Pergi ke tempat yang jauh tanpa orang tua
For the first time in forever, aku pergi jauh sekali dari kedua orang tuaku. Selama ini, rekor jarak terjauhku dari orang tua itu paling banter ya Balikpapan, sekitar ± 92 km dari rumah. Tapi karena pada bulan Februari, aku dan teman-teman seperjuangan di keperawatan harus mengikuti pelatihan, kami dikirim ke Jakarta. Iya, Jakarta, ± 1317 km dari rumah. Kami di kirim ke Jakarta selama 7 hari. Dan kurang dari 7 hari, aku sudah berhasil ngerasain gimana rasanya homesick untuk pertama kali.
Hello, Jakardah!
3. Berhasil lulus di pelatihan BTCLS
Masih berhubungan dengan pelatihan yang dilaksanakan bulan Februari lalu di Jakarta. Pelatihan itu adalah pelatihan BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Support), semacam pelatihan kegawatdaruratan. Dosen-dosenku sih bilang kalau lulus BTCLS itu nggak gampang, harus belajar bener-bener. Tapi alhamdulillah, kami bisa lulus 100%. Ya, walau pun agak kecewa karena aku nggak bisa meraih prestasi di pelatihan ini. Padahal udah bela-belain nggak keluar Wisma, bela-belain nggak ikut hangout sama teman-teman yang lain, demi belajar. Iya, belajar. Rajin kan? Kadang aku juga nyesel kenapa jadi orang sok kerajinan begini.
Foto-foto habis penutupan pelatihan BTCLS! :D
4. Tinggal dengan jarak 30 menit dari orang tua selama 2 minggu
Sekitar bulan April lalu, aku dan teman-temanku harus menghadapi PKL. Kami harus tinggal di Kampung Bayur, berjarak ± 30 menit dari rumah. menempati salah satu rumah yang terdapat di daerah tersebut selama 2 minggu. 
cewe-cewe posko 3!
5. Jadi Qoriah di acara keagamaan waktu PKL
Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku diberi amanah untuk menjadi qoriah. Waktu kecil aku emang suka ngikut-ngikutin suara qoriah yang terdengar dari mesjid di dekat rumahku. Bahkan aku pernah bermimpi menjadi seorang qoriah. Dan mimpiku itu akhirnya terwujud saat PKL ini. Sempat kaget. Sempat minder. Sempat pesimis. Sempat takut. Karena sudah lama banget nggak ngikut-ngikutin suara qoriah itu. Apalagi ini pertama kalinya aku jadi qoriah, dan di depan orang-orang umum. Tapi syukurlah, aku bisa melewatinya. Walau pun saat membacakan, keringat dingin nggak berhenti bercucuran.
6. Menjadi katim sebanyak dua kali
Ini adalah salah satu tuntutan waktu kuliah. Praktek Manajemen. Dan alhamdulillah, aku dapat kesempatan 2 kali jadi katim (ketua tim), 4 kali jadi PP (perawat pelaksana), dan 0 kali jadi karu (kepala ruangan). Asikan? Lebih asik lagi karena aku harus jadi katim di hari pertama. Bayangin cuy, harus buat askep dengan 6 orang pasien sekaligus. Belum lagi, setiap aku jadi katim, selalu ada pasien baru. Ini pengalaman yang paling melelahkan. Waktu dinas harus siap di komenin sama dosen dan kakak ruangan, ngurusin pasien, ngurus laporan aplusan, bantuin PP, dll. Pulang dinas, harus nyelesaikan askep. Aku tersiksa.

7. Lulus Uji Tahap Akhir dengan nilai yang alhamdulillah memuaskan
Di Ujian Tahap Akhir I, yaitu berupa praktik dalam memberi asuhan keperawatan kepada seorang klien, aku dapat pasien dengan diagnosa medis Stroke Non Hemoragik. Pasienku ini adalah seorang laki-laki, dengan keluarga yang mandiri, dan cuma dapat obat oral. Kebayang dong, habis jam 2 bisa langsung pulang, nyicil KTI, tanpa perlu nunggu atau balik lagi ke rumah sakit demi injeksi dan yang lain-lain.
Di Ujian Tahap Akhir II, yaitu berupa pembuatan KTI, aku dapat pembimbing yang nggak terlalu ambil pusing. Entah sebenarnya ini pembimbing, masa bodo atau apa. Pokoknya main acc aja. Nggak pake ribut-ribut dulu. Nggak pake arahan dulu. Nggak pake acara bimbingan-bimbingan dulu. Ya walau pun revisi tetap ada.
Di Ujian Tahap Akhir III, yaitu berupa sidang, aku dalam keadaan sakit. Beberapa hari sebelum sidang, aku menderita panas yang nggak turun-turun, bahkan karena penyakit ini, aku sampai nggak bisa belajar di malam sebelum sidang. Iya, aku sidang dengan ilmu yang apa adanya di otak. Selama tahap tanya-jawab antara aku dan tiga penguji, aku merasa memberikan jawaban yang aku yakin sangat nggak memuaskan.
Saat Yudisium, aku sempat pesimis. Aku berusaha menyiapkan diriku untuk melapangkan dada kalau saja hasil dari Ujian Tahap Akhir-ku nggak memuaskan, karena saat sidang sendiri aku nggak bisa memberikan yang terbaik. Tapi nggak di sangka-sangka, aku bisa lulus dengan nilai 3,9. Dan itu rasanya speechless.
Lagi nerima piagam dari Bapak Direktur.
8. Menjadi lulusan terbaik di D-III Keperawatan
Setelah melewati masa-masa perkuliahan selama 3 tahun. Setelah menyelami ilmu yang sebenarnya nggak pernah aku suka. Setelah berusaha kuliah di jurusan yang nggak aku inginkan. Akhirnya aku bisa mendapatkan bayaran yang pantas, aku bisa menjadi lulus terbaik di D-III Keperawatan dengan IPK 3,66. Setidaknya aku bisa membuktikan kepadaku diriku sendiri bahwa aku bisa.
Nerima map ijazah dari Ibu Kajur
9. Punya pengalaman ± 2 bulan kerja sebagai perawat home care
Setelah Yudisium dan beberapa hari setelah Wisuda, yaitu sekitar bulan Juli – Agustus 2014, aku bekerja sebagai perawat home care di sebuah yayasan milik dosenku sendiri.
Selfie bareng cucu-nya pasien.
10. Masuk menjadi nominasi kakak tergalau 2014
Sebenarnya aku nggak tau harus bangga atau malu sama hal yang satu ini. Di sisi lain, aku terharu ternyata banyak orang yang diam-diam memperhatikan aku. Di sisi lainnya lagi, aku sedih karena aku di cap orang paling suka galau.
11. Meraih posisi kedua di OSCE COMPETITION with team
H-1 sebelum lomba, aku di hubungin sama teman aku buat ikut lomba. Bayangin H-1. Waktu lomba, kami harus melawati 2 stase kegawatdaruratan. Stase pertama, aman. Stase kedua, hancur. Aku sendiri ngerasa pesimis buat kami menang, ya walau pun kalau diliat dari saingan, cuma tim kami yang berpotensial buat menang, karena cuma tim kami yang sudah pelatihan kegawatdaruratan. HAHA. Keesokan harinya saat pengumuman, tim kami ternyata bisa meraih posisi kedua. Ohya, dari kampusku sendiri mengirimkan dua tim. Satu tim yang lain meraih posisi pertama. Dan timku yang terdiri dari aku, Eta, dan Abid, meraih posisi kedua.
12. Balikan sama mantan
Ini sebenarnya nggak ada di taget aku. Sumpah. Kalau pun ada, orangnya bukan “Yang ini”. Karena “yang ini” sebenarnya adalah orang yang paling aku hindari untuk balikan. Tapi yang namanya perasaan itu memang nggak bisa bohong. Apalagi dia datang di saat yang tepat, di saat aku butuh seorang teman yang bisa ngedampingi aku. Padahal di tahun ini sebenarnya aku lagi semangat-semangatnya sama yang namanya ta’arufan. Tapi ya itulah, gagal. Cinta. Cinta. Cinta itu emang paling bisa ya ngegagalin prinsip orang.

Tapi dibalik keberhasilan-keberhasilan yang aku raih di tahun 2014, banyak target-target yang nggak bisa tercapai, banyak banget malahan. Di tahun 2014 ini aku masih belum punya pekerjaan yang mantep, belum bisa punya berat badan ideal, belum bisa ngelanjutin pendidikan S1 Keperawatan karena lulus terlalu telat untuk pendaftaran kuliah, belum bisa ngelunasin utang puasa tahun ini, gagal untuk teguh nggak-pacaran-lagi karena balikan sama mantan, dan yang terakhir aku masih gagal move on!
Untuk resolusi utama tahun ini yaitu ngelanjutin pendidikan di University Of Airlangga, Surabaya. Semoga resolusi ini bisa tercapai. Amin. 2014 is over now. Now, let’s move to 2015, cause 2015 is coming!


Comments