Target (2018)


Modifikasi dari Sripoku.com
Setelah berhasil dengan 10 filmnya sejak tahun 2009, kini Raditya Dika kembali mempersembahkan karya barunya dengan genre yang berbeda dari sebelumnya. Dalam film barunya ini, Radit berusaha untuk bereksplorasi dengan menggabungkan unsur aksi, thriller, dan (tetap) komedi menjadi satu formula berjudul Target.

SINOPSIS

Sembilan orang hendak shooting film berjudul Target, namun mereka ternyata dijebak di sebuah gedung kosong. Seseorang bernama Game Master muncul, memberitahu bahwa dalam 24 jam mereka harus mengikuti permainan-permainan mematikan. Hanya satu yang bisa selamat. Siapa?

REVIEW

Awal mula Radit mempromosikan filmnya, aku sempat menerka-nerka bahwa film ini bakal mirip dengan Hunger Games, film yang menceritakan tentang kompetisi maut yang diikuti oleh 24 anak muda terpilih dari 12 distrik. Meski ada beberapa kemiripan, tapi film berhasil dikemas dengan ringan. Sangking ringannya, film ini terkesan tidak memiliki klimaks yang greget. Meski begitu, konflik-konflik kecil yang disuguhkan mampu memberikan beberapa warna. Namun sayangnya, film ini tidak mampu memberikan ketegangan sama sekali, terlebih untuk sebuah film thriller. Jalan cerita di film ini memang awalnya nggak ketebak, tapi kejutan yang diberikan di akhir justru nggak begitu menggigit. Tapi kalau dipikir-pikir, menggabungkan unsur komedi di film bergenre thriller dan action memang nggak mudah sih. Setidaknya Radit sudah berusaha, dan hasilnya pun nggak jelek-jelek amat kok.

Film target menyuguhkan penampilan tokoh yang dibuat senatural mungkin, tidak memainkan suatu karakter dengan nama yang berbeda. Radit dengan eskpresi dungunya. Ria Ricis dengan sikap alaynya. Cinta Laura dengan logat bulenya. Romy Rafael dengan sihirnya. Abdur Arsyad dengan logat Timur-nya, Hifdzi dengan hobi makanannya, dan Samuel Rizal dengan gaya tengilnya,

Sumber : metrotvnews.com
Karakter berbeda diberikan kepada Willy Dozan. Aktor laga 80-an ini diminta untuk berperan sebagai lelaki ngondek. Meski meninggalkan kesan garing, Willy Dozan sukses membuat saya terkesima dengan acting laga-nya di tengah-tengah film. Genius.

Sementara itu, beberapa tokoh tampak dipaksa masuk di film ini untuk memeriahkan scene. Hasilnya, mereka malah tampak sebagai orang-orang yang nggak begitu penting dan hanya lewat gitu aja. Sedangkan penulisnya sendiri, Raditya Dika, justru tampak nggak menonjol. Bahkan sebagai komika ternama, lawakan Raditya Dika terkesan garing banget. Untungnya, hal ini dapat ditutupi dengan pemeran lain yang mampu menghidupkan film, seperti Samuel Rizal dan Abdur Arsyad yang berhasil membuat penonton tertawa. 

Tapi menurutku, film ini pasti bisa lebih seru kalau Cinta Laura digantikan oleh Sherina Munaf. Bukan berarti akting Cinta Laura tidak memukau di film ini. Cinta Laura berakting bagus disini, apalagi dalam adegan action-nya. Hanya saja, film ini akan terasa benar-benar real jika Sherina Munaf menggantikan peran Cinta Laura disini. Yang sudah nonton dan hapal gossip, pasti ngerti deh. Hehe..

Selain itu, ada satu yang agak mengganggu. Dimana, seingatku, sang “game master” nggak pernah mengenalkan diri sebagai “game master”. Tapi anehnya, para tokoh malah fasih menyebutnya “game master” di sepanjang film. Emang yakin namanya game master? Bukan kang Somat?

Keunikan dari film ini muncul dari tampilan sinematografi yang gelap. Jelas berbeda dari karya-karya Raditya Dika sebelumnya yang lebih berwarna. Tapi bagus sih.

Kesimpulannya, film ini memang nggak sebaik film Raditya Dika yang sebelumnya sih. Tapi film target ini worth it kok buat dinikmatin di akhir pekan bareng teman-teman gaul, asal jangan lupa target nikah aja.

Sumber Refrensi:
Cinema 21. 2018. Target. Dapat diakses di http://www.21cineplex.com/

Comments