PAGE 366 OF 366 IN 2020


2020 berjalan begitu cepat. Rasanya baru beberapa hari yang lalu saya dan keluarga berkumpul di rumah nenek untuk merayakan pergantian tahun 2019, dan sekarang, kami sudah berada di penghujung 2020 dalam keheningan masing-masing.

Kata orang, 2020 bukanlah waktu yang tepat untuk mencapai berbagai impian. Saya sepakat. Tahun ini lebih tepat sebagai tahun dimana kita harus belajar mensyukuri apa yang kita punya. Dan saya sangat bersyukur, saya dan orang-orang terkasih masih hidup sampai hari ini. Alhamdulillah.. 

Dan di tahun 2020 yang hampir habis ini, ada beberapa hal yang ingin saya abadikan di blog ini. Supaya nanti di masa-masa yang akan datang, saya bisa membacanya lagi sekaligus mengingatkan bahwa saya pernah bertahan hidup di masa pandemi Covid-19. 

Kita mulai dari dua bulan pertama di 2020. Saat itu hidup masih biasa-biasa saja. Saya masih sempat dua kali bolak-balik perjalanan ke Surabaya, tanpa mengkhawatirkan apapun. Bangsal tempat saya bekerja juga masih bisa beramai-ramai mengadakan perjalanan family gathering ke Balikpapan. Kami bahkan masih punya kesempatan untuk bisa bekerja dengan nyaman di RS tanpa memakai masker. Kalau diingat-ingat, rasanya menyenangkan sekali bisa menghirup udara bebas tanpa harus mengkhawatirkan akan tertular Covid-19. 

Family Gathering Ruang Angsoka di Pantai Manggar.
Kondisi bandara yang damai sebelum pandemi menyerang.
Habis tes kejiwaan bareng teman-teman kantor.
Keadaan berubah sejak pertengah bulan Maret. Segalanya mulai ambyar setelah adanya kabar pasien Covid-19 pertama di RS kami. Semua orang menjadi begitu tegang, pemakaian masker mulai menjadi kewajiban. Dan kacaunya, saat itu masker sudah mulai langka. Beberapa hari kemudian, bangsal kami ditutup. Mayoritas dari kami ditugaskan menjadi salah satu petugas kesehatan yang harus berhadapan dengan Covid-19, termasuk saya. 

Bulan April menjadi awal yang baru bagi saya. Saya dipindahkan ke bangsal isolasi Covid-19 bersama teman-teman dari 5 bangsal lainnya. Saya yang awalnya hanya mengenal kru Angsoka, mendadak harus mengenal banyak orang, belajar banyak karakteristik dan etos kerja masing-masing pribadi. Rasanya menyenangkan, seperti memiliki keluarga baru yang lebih besar. Meskipun tetap, ini menjadi sesuatu yang mendebarkan karena merupakan masa-masa kali pertama saya bekerja menggunakan hazmat dan merawat pasien isolasi. 

Di Ruang Tulip Bersama Ipong dan mas lab.
Bulan-bulan pertama bekerja di bangsal isolasi Covid-19 cukup menyenangkan. Saat itu pasien belum terlalu banyak, dan kondisinya mayoritas pasien pun sangat stabil. Selain itu, kami juga punya banyak libur. Seminggu bekerja, seminggu libur. 

Pertengahan Mei, menjelang Hari Raya Idul Fitri, ruang isolasi kami lengang. Pasien pulang satu per satu, hingga akhirnya kami menjaga bangsal kosong selama 1 bulan. Jadwal kami pun berubah, menjadi 2 minggu kerja, dan 2 minggu libur. Bahkan dengan libur yang begitu panjang, saya jadi punya kesempatan untuk mendekorasi kamar saya. 

Kamar setelah di dekorasi ala-ala minimalis.
Pertengahan Juni, bangsal isolasi covid-19 dibubarkan, tidak ada pasien selama 1 bulan. Kami kembali disebar ke berbagai ruangan. Kembali beradaptasi dengan lingkungan baru. Rasanya menyenangkan sekaligus menegangkan, kembali menggunakan seragam kerja, tanpa APD lengkap. 

Menginjak bulan Juli, ada harapan bangsal lama saya dibuka kembali. Rasanya saya sudah tidak sabar kembali berkumpul dengan teman-teman Angsoka. Tapi harapan pupus ketika pasien covid-19 kembali muncul di pertengahan Juli. Satu per satu dari kami kembali dipanggil menjadi petugas bangsal isolasi. 

Seruni rasa Angsoka
Sejak saat itu, keadaan bangsal isolasi tidak semenyenangkan sebelumnya. Pasien melonjak tanpa jeda. Sebentar naik, sebentar turun, lalu naik lagi. Ditambah kondisi pasien yang mulai rumit dengan berbagai komorbid. Kami mulai diminta untuk bekerja sepanjang bulan, dituntut untuk bisa mengurus segala jenis pasien tanpa terkecuali. Banyak duka yang harus dilalui, pun suka yang tak terkira. Tapi semua itu kami lalui dengan senang hati dan ikhlas, Insya Allah. 

Agustus, September, Oktober, berlalu begitu saja. Tidak ada yang istimewa. Meski ada, biar saya simpan sendiri. Hehe. 

Bersama teman-teman Ruang Flamboyan
November tiba, teman sepergibahan saya akhirya menikah. Saya ikut senang, sangking senangnya, saya jadi ikut-ikutan mempersiapkan diri dari belajar make up, sampai belanja dress core dari atas ke bawah. Saya sendiri nggak menyangka, bahwa saya yang 26 tahun hidup hanya dengan lip tint dan bedak tabur, akhirnya punya niat untuk belajar make up. Ya, walau pun masih amatir sih. 

Wedding Uni - Alwi bersama cabe-cabean.
Setelah bulan-bulan yang begitu mendebarkan, akhirnya tiba juga kita di ujung tahun. Ini pertama kalinya saya merasa lega karena telah berhasil melewati tahun yang begitu mencekam. 2020 isn’t my best year, but I’ve learnt a lot. Tahun ini mengajarkan saya untuk lebih bersyukur, menerima kenyataan, dan masa bodoh dengan omongan orang. Terima kasih 2020! 

Last, but not least, saya ingin berterima kasih kepada diri saya sendiri yang sudah berjuang melewati begitu banyak hal di tahun ini. Terima kasih sudah bertahan di atas semua luka, penderitaan, dan kesedihan yang lebih banyak kamu simpan sendiri. Terima kasih untuk tetap waras dibalik penyesalan yang tidak mampu kamu ingkari. Terima kasih telah mampu belajar menerima dan mengikhlaskan semua yang telah terjadi. Besok, mari kita belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Terima kasih, aku. 

Ini 2020 versi saya, gimana 2020 versi kalian?

Comments