She Loves You Whatever You Have Done

Dia adalah seorang gadis yang sangat baik. Dia selalu mengulurkan jilbabnya sampai menutupi dada serta berpakaian dengan bajunya yang longgar nan tertutup. Dia memiliki mata yang menenangkan dan senyum yang meneduhkan. Kami biasa memanggil dia, Dhea.
Dhea seorang anak yatim piatu. dia di tinggalkan olah ayah dan ibunya pada satu hari sebelum dia di wisuda untuk mendapatkan gelar sarjananya. Kemudian dia mengabdikan diri untuk menjadi keluarga asuh bagi lansia yang tinggal di panti sosial. Dhea berkata padaku kalau dia sangat merindukan kedua orang tuanya, setelah kematian kedua orang tuanya dia hanyalah sebatang kara, itu kenapa dia memilih untuk mengabdikan diri untuk merawat para lansia, dia merasa merasa memiliki keluarga baru jika berada di antara lansia-lansia itu, dia merasa memiliki orang tua lagi walau pun kedua orang tua kandungnya tidak akan pernah tergantikan. Dhea adalah sosok gadis yang mengagumkan, sangat mengagumkan.
Rintik-rintik hujan mulai membasahi jalanan sejak beberapa menit yang lalu, sore itu aku sedang duduk di caffe sendirian, sebuah minuman yang dihias cantik sedari tadi hadir di hadapanku, namun hal itu tidak membuatku tertarik untuk menikmati minuman tersebut, aku terus menatap ke luar jendela, aku memandang anak-anak yang sedang tertawa riang sambil menari di bawah hujan, mereka tampak bahagia sekali hingga mereka tidak menyadari bahwa mama mereka sedari tadi berteriak menyuruh mereka untuk berhenti.
Seseorang mendekati mejaku dan sudah berdiri beberapa menit di sampingku sebelum aku menyadarinya. Aku menoleh ke arah seseorang yang telah berdiri di sampingku, ternyata itu Dhea. Dhea berkata dia baru saja mau kembali ke Panti Sosial setelah Ia mengunjungi salah satu rumah dari orang tuanya di Panti, namun di tengah jalan air mulai turun dan menghujaninya, ia pikir sebelum ia kebasahan, ada baiknya untuk memberhentikan motornya di caffe ini, lalu tanpa di sengaja ia melihatku.
Sore itu aku dan Dhea tenggelam ke dalam pembicaraan yang sangat seru hingga kami tidak menyadari kalau hujan sudah reda. Sore itu Dhea bercerita tentang seorang ibu yang di tinggalkan oleh anaknya di Panti Sosial sejak 5 tahun yang lalu.
Mereka yang tinggal di Panti Sosial memanggilnya Nenek Eti. Nenek Eti adalah orang yang sangat baik hatinya, beliau sangat suka membantu teman-teman di Panti, beliau selalu ramah kepada orang lain, dan bahkan senyumnya tak pernah luntur di bibirnya. Keluarga beliau tidak pernah mengunjungi beliau sejak beliau tinggal di Panti Asuhan. Tapi kesedihan tidak pernah tampak di wajah beliau. Beliau meninggal empat hari yang lalu. Seluruh acara pemakaman beliau diadakan oleh pihak Panti Sosial, dan tanpa di hadari oleh keluarga beliau. Sebelumnya pihak Panti Sosial sudah berusaha menghubungi nama orang yang menurut dokumen mau bertanggung jawab atas Nenek Eti, pihak Panti Sosial menghubungi orang yang menurut dokumen memiliki hubungan keluarga sebagai anak dari Nenek Eti. Setelah dihubungi, anak dari Nenek Eti menyerahkan semua urusan pemakaman pada Panti Sosial.
“Oh Ibu saya meninggal? Yaudah kalian aja ya yang urusin masalah pemakamannya. Nanti kirim aja nomor rekening dan jumlah uang yang harus saya bayar.” ucap Dhea seolah-olah mengikuti gaya berbicara dan kata-kata anak dari Nenek Eti saat di telepon oleh pihak Panti.
Setelah empat hari kematian Nenek Eti, keluarganya belum ada datang berkunjung ke makan atau pun ke Panti Sosial. Dhea bercerita saat dia membereskan barang-barang Nenek Eti, dia menemukan sebuah surat. Sepertinya Nenek Eti belum sempat mengirimkan surat itu kepada orang yang dituju, anaknya. Sebenarnya saat ditemukan, surat ini hanya berbentuk seperti lipatan kertas, surat ini terselip di buku tulis yang biasa Nenek Eti pakai dan tidak sengaja terjatuh dari buku tersebut. Surat ini tidak di masukan ke dalam amplop, dan tidak ada nama atau pun alamat yang ingin di tuju dari surat ini. Tapi setelah Dhea membaca surat ini, ia yakin kalau surat ini di tujukan untuk anak dari Nenek Eti. Dan dhea sangat ingin menyerahkan surat ini kepada pemilik yang sebenarnya. Itu kenapa beberapa hari ini Dhea sibuk bolak-balik ke alamat rumah orang yang bertanggung jawab atas salah satu orang tuanya di Panti, yaitu anak dari Nenek Eti. Dan isi surat ini kalau tidak salah seperti ini....

Dear anakku sayang, ini ibumu. Ibu tidak tau harus memulai surat ini dari mana tapi sesungguhnya ibu ingin mengatakan bahwa ibu selalu menyayangimu. Ibu menyayangimu sejak ibu mengandungmu, ibu menyayangimu saat tangisanmu terdengar di dunia untuk pertama kalinya, ibu menyayangimu saat ibu mulai melihatmu merangkak, ibu menyayangimu saat kamu merengek minta mainan tapi harganya terlalu mahal untukku, ibu menyayangimu saat kamu lebih banyak menghabiskan waktumu bersama teman-temanmu, ibu menyayangimu saat kamu mengenalkan ibu kepada seorang pria yang mau menikahimu, ibu menyayangimu saat kamu meninggalkanku di rumah seorang diri, ibu menyayangimu saat kamu memindahkanku ke sebuah panti sosial. Dan percayalah ibu akan terus menyayangimu hingga nafas ibu sudah tidak berhembus lagi.
Saat kamu melakukan kesalahan besar, walau pun ibu sangat marah kepadamu tapi sesungguhnya ibu sangat sedih karena telah gagal menjagamu. Walau pun ibu terlihat kesal kepadamu, tapi sesungguhnya ibu telah memaafkanmu. Walau pun ibu berkata-kata keras kepadamu, tapi sesungguhnya ibu selalu mendoakan untuk kebaikanmu. Sayang, apa kamu tau? Ibu mendengar orang lain membicarakan keburukanmu, hati Ibu rasanya telah hancur. Bagaimana hati Ibu tidak hancur kalau anak kesayangan Ibu yang telah ibu kandung selama 9 bulan, anak Ibu yang tekah Ibu rawat dengan sepenuh hati, begitu buruk di pandangan orang lain. Tapi percayalah, di saat orang lain membicarakan keburukanmu, di saat semua orang membencimu, Ibu akan tetap melindungimu.
Pernah suatu hari kamu bilang bahwa kamu tidak enak badan, Ibu sangat khawatir. Ibu menyentuh dahimu, terasa panas. Kamu demam. Ibu memberimu obat, Ibu mengompres tubuhmu, tapi badanmu tak kunjung sembuh. Lalu Ibu membawamu ke Dokter, Dokter bilang kamu harus dirawat di rumah sakit. Ibu merasa sangat terpukul, Ibu merasa gagal dalam merawatmu, Ibu merasa menjadi Ibu yang paling buruk karena telah membiarkan bakteri menganggu kesehatanmu. Hari demi hari Ibu selalu menjagamu, menggenggam tanganmu, dan mendoakanmu. Ibu berdoa agar kamu cepat sembuh, bahkan Ibu telah meminta kepada Allah untuk memindahkan penyakitmu ke tubuh Ibu. Ibu lebih rela jika Ibu yang sakit, Ibu nggak kuat melihatmu hanya terbaring lemah, biarkan Ibu yang sakit, biarkan Ibu yang menanggung menderitaanmu.
Hampir setiap hari Ibu memasak makanan untukmu, memang tidak selalu makanan kesukaanmu, tapi ibu ingin memberimu makanan yang bergizi agar kamu tumbuh sehat. Maafkan Ibu jika ibu tidak bisa memasak makanan kesukaanmu setiap hari, maafkan Ibu jika Ibu tidak bisa memberimu makanan yang mahal seperti yang dimakan oleh teman-temanmu, karena Ibu harus menabung untuk biaya kuliahmu agar kelak kamu bisa jadi orang yang sukses.
Kamu selalu meminta Ibu membelikan baju baru, HP baru, leptop baru, perhiasan baru. Maafkan Ibu yang nggak selalu bisa memenuhi permintaanmu. Sebenarnya Ibu ingin sekali membelikan semua yang kamu mau, Ibu sangat ingin. Tapi tau kah kamu? Di saat teman-teman Ibu memakai baju mahal dan tas bermerk, Ibu selalu menahan diri untuk tetap memakai baju dan tas lama demi memenuhi kebutuhanmu. Walau pun sebenarnya Ibu sangat ingin tampil seperti teman-teman Ibu yang memakai pakaian mahal, tas bermerk, bermobil, dan memakai perhiasan yang indah.
Ibu melihat kamu berpelukan dengan pria selain ayahmu, Ibu melihat dia mencium bibirmu, hati Ibu merasa pedih. Kamu tidak pernah lagi memeluk Ibu, kamu tidak pernah lagi mencium Ibu, tapi kenapa kamu berpelukan dan berciuman dengan dia yang bahkan bukan mahram-mu? Hati Ibu sakit, sejak kecil Ibu mengajarimu agama Islam, sejak kamu tumbuh remaja Ibu selalu mengingatkanmu untuk tidak mendekati zina, tapi kenapa kamu berperilaku seperti itu sayang? Ayahmu sibuk mencari nafkah, Ayahmu memberi tanggung jawab kepada Ibu untuk mendidikmu, lalu kalau kamu berperilaku seperi itu, apa yang harus Ibu katakan kepada Ayahmu?
Saat kamu remaja, kamu mulai suka memakai pakaian yang terbuka. Kamu memakai celana dan rok yang sangat pendek dan kamu memakai baju yang sangat tipis. Ibu bahkan tidak tau darimana kamu mendapatkan pakaian itu. Maafkan Ibu yang selalu melarangmu memakai pakaian itu, Ibu hanya ingin melindungimu. Ibu ingin melindungimu dari laki-laki yang akan menggodamu. Ibu ingin melindungimu dari udara dingin yang akan menyapamu. Sejak kamu kecil, Ibu selalu memakaikanmu jaket yang tebal dan baju yang panjang untuk melindungimu dari angin dingin supaya kamu tidak sakit.
Ayahmu memarahimu saat kamu mulai bertingkah mengesalkan. Maafkan Ibu yang tidak bisa melindungimu dari amarah Ayahmu. Di saat Ayah membentakmu, di saat air matamu mulai berlinang, ibu pun rasanya ingin menangis. Ibu ingin sekali ikut menangis bersamamu, Ibu merasakan kesedihanmu, tapi Ibu harus tetap menahan air mata Ibu, Ibu tidak mau kamu melihat Ibu menangis, karena Ibu ingin kamu menjadi sosok yang tegar.
Kamu tumbuh dewasa dan akan menikah. Ibu merasa sangat bahagia melihat kamu bahagia, tapi Ibu juga sedih karena Ibu akan kehilangan kamu. Kamu akan pergi bersama suamimu, kamu akan membentuk keluarga baru, kamu akan sibuk merawat anakmu, dan bahkan mungkin kamu akan melupakan ibumu yang sudah menua ini. Tapi Ibu akan selalu mendoakanmu agar kamu selalu dikelilingi kebahagiaan oleh keluarga barumu.
Kamu memindahkan Ibu ke panti sosial. Kamu bilang Ibu tidak akan kesepian disini, kamu bilang Ibu akan lebih bahagia disini. Tapi taukah kamu kalau satu-satunya sumber kebahagiaan Ibu adalah berada dekat denganmu? Ibu ingin sekali bersamamu, membantumu merawat cucu Ibu, menghabiskan masa tua Ibu bersama anak yang pernah Ibu lahirkan. Tapi kamu mengirim Ibu ke tempat ini. Maafkan Ibu jika Ibu merepotkanmu, jika kamu merasa Ibu lebih baik berada disini, Ibu ikhlas demi kebahagiaanmu. Berbulan-bulan Ibu berada disini, kamu bilang Ibu tidak akan merasa kesepian, tapi kenapa Ibu tetap merasakan hal yang sama? Kenapa Ibu tetap merasa kesepian? Ibu ingin sekali bertemu denganmu, Ibu rindu denganmu, tapi kenapa kamu tidak pernah mengunjungiku? Ibu ingin melihatmu, walau pun semenit saja.
Maafkan Ibu yang membuat kamu menghabiskan menit-menit berhargamu hanya untuk membaca surat Ibu ini. Ibu hanya ingin kamu tau apa yang sebenarnya Ibu rasakan kepadamu. Ibu menyayangimu, sangat menyayangimu. Semoga kamu selalu berbahagia, sayangku.

Dhea sudah beberapa kali mendatangi alamat rumah yang tertera pada dokumen milik Nenek Eti. Namun saat Dhea datang ke alamat tersebut, hanya ada seorang pelayan, pelayan tersebut berkata bahwa pemilik rumah sedang berlibur dan tidak tau kapan akan kembali. Dhea sangat ingin anak dari Nenek Eti menerima surat ini dan membacanya. Dhea berkata padaku dengan begitu semangat bahwa ia tidak akan menyerah untuk bolak balik ke alamat itu sampai ia bertemu dengan anak dari Nenek Eti tersebut dan melihat sang anak membaca surat yang ia bawakan tersebut. 

Dari kisah ini kita dapat menyadari bahwa kita sering kali menyakiti hati Ibu tanpa memperdulikan perasaannya. Sering kali kita memberinya muka masam tanpa tau seberapa inginnya Ibu melihat senyum kita. Sering kali kita membatah perkataan Ibu tanpa mendengar penjelasannya. Seringkali kita pergi hingga larut malam tanpa melihat seberapa khawatirnya beliau terhadap keadaannya anaknya.
Kita sering sekali menyakiti hati ibu, merepotkan ibu, membuat ibu sedih, tanpa kita perdulikan. Tapi ibu tetap sabar. Ibu itu seperti malaikat, kita sering berbuat jahat kepadanya namun ibu selalu berbuat baik kepada kita.
Dan sekarang walau pun bukan hari ibu, walau pun bukan ulang tahun ibumu, dan walau pun bukan hari lebaran. Datanglah ke ibumu, peluklah beliau, katakanlah kalau kamu ingin meminta maaf atas segala kejahatanmu kepadanya dan terima kasihlah atas segala kasih sayang yang telah beliau berikan kepadamu.

Don't be sad, Mom. Cause I'll always beside you.

Mau curhat tentang ibu juga? Silakan share di comment box di bawah ini ya!

Comments