Enjoying Bali in 2022

Dulu aku suka heran kenapa orang lain begitu mengagung-agungkan Bali sebagai destinasi wisata, karena aku sendiri nggak pernah menempatkan Bali sebagai destinasi yang ingin aku kunjungi. Terlalu mainstream, pikirku. Tapi entah kenapa, aku setuju-setuju saja ketika Ana mengajukan Bali sebagai salah satu tujuan wisata kami Maret lalu.

Yess, bulan Maret lalu aku menghabiskan masa cutiku untuk berlibur bersama Ana, dan kerabat Ana yang selanjutnya akan kita sebut saja sebagai Bunga. Target cutiku tahun ini sebenarnya untuk menikah, tapi karena aku nggak optimis akan menikah tahun ini, alhasil aku ambil saja cutiku di awal tahun agar tidak berharap. Tapi doakan saja secepatnya ya, biar bisa lekas foto keluarga pas lebaran kaya orang-orang. 

Liburan kali ini kami berpergian ke tiga destinasi, yakni Bali, Nusa Penida, dan Lombok. Kami memulai perjalanan ini dari Balikpapan, langsung mendarat di Bali. Kami menghabiskan waktu di Bali sekitar 4 hari 3 malam, dan selama di Bali kami menyewa mobil dengan biaya per harinya sekitar 300.000. Kendaraan yang kami sewa, langsung diantar ke Bandara Ngurah Rai. Mobil yang disewakan pun tidak main-main, Brio kuning yang platnya masih putih seputih kulit anak-anak yang cemong habis dibedakin sama emaknya. Dalam hati cuma bisa berdoa, semoga ntar pas balikinnya kaga baret-baret. 

BLACK LAVA CAMP

Destinasi wisata pertama kami adalah Black Lava Camp. Ini adalah sebuah penginapan di daerah Kintamani yang terletak persis berhadapan dengan Gunung Batur dan Danau Batur. 

Perjalanan dari Bandara Ngurai Rai ke Black Lava ini memakan waktu sekitar 2 jam. Saat menginap di Black Lava Camp ini, jam kedatangan kita akan dimonitor langsung oleh petugas di sana. Karena jalannya off road, dan nggak semua kendaraan bisa lewat, jadi pihak penginapan memfasilitasi kendaraan antar jemput di titik parkir kendaraan yang sudah ditentukan. Hari itu kami sampai sekitar pukul 6 sore, setelah berkomunikasi dengan petugas disana, kami segera dijemput menggunakan Hilux menuju penginapan. Dan benar saja, jalannya sangat terjal, untung saja kami sudah makan sekitar 2 jam lalu, setidaknya kita sudah nggak punya apa-apa lagi diperut untuk dimuntahkan. But, it was fun, really.

Sesampainya di penginapan, langit masih tampak cerah padahal waktu sudah menunjukkan jam setengah 7 malam. Alhasil kami sempatkan untuk cekrek-cekrek dulu keindahan pemandangan yang tersisa.

Yang istimewa dari Black Lava Camp ini adalah kita bisa menikmati sunrise dibalik Gunung dan Danau Batur. It was a beautiful moment, melihat awan-awan menggumpal di sekeliling lalu diterangi oleh cahaya matahari yang perlahan-lahan bersinar. Seketika perjalanan jauh dan terjal yang dilalui untuk kemari terbayar kontan.

Menikmati sunrise dari beranda kamar

Biaya untuk menginap di Black Lava Camp ini tidak terlalu mahal, sesuai dengan pilihan kamarnya. Kami sendiri memesan kamar tipe Potato dengan sharing bathroom dan breakfast, seharga 450.000 per room. Sejujurnya, aku sempat underestimate dengan sharing bathroomnya karena cowok-cewek tidak dipisah, tapi ternyata kamar mandinya bersih dan wangiiii banget. Bikin betah mandi lama-lama.

Selesai menikmati sunrise, langsung sarapan dengan pemandangan yang tidak kalah bagusnya

Hal yang aku suka dari Black Lava Camp ini, selain pemandangannya, adalah petugasnya yang ramah-ramah banget, terutama driver-nya yang humble dan nggak bikin suasana di dalam mobil jadi kikuk krik-krik gitu. Makanannya juga oke banget. I recommend you to try the pizza. You will definitely be addicted. Mantuul banget!

Disini juga tersedia kolam renang

Tapi dibalik itu, ada pula hal-hal yang kurang menyenangkan dari penginapan ini. Tidak banyak memang. Salah satunya, kalau siang, kamarnya panas dan pengaaaap banget, karena langsung berhadapan dengan sinar matahari, ditambah tidak ada ventilasi. Salah duanya, kamarnya terlalu sempit untuk sholat, dan aku tidak menemukan tempat khusus untuk ibadah. Ya I know, this is Bali, it's easier to find a temple than a mosque. Mungkin besok-besok kalau aku kesini, harusnya pesan kamar yang lebih besar kali ya.

MONTANA DEL CAFE

Hari kedua kami di Bali, kami memutuskan untuk berwisata di sekitaran Kintamani, sebelum akhirnya kami menuju penginapan kedua kami yang teletak di Ubud. Setelah check out dari Black Lava Camp, kami segera menuju Montana Del Cafe. Kafe yang akhir-akhir ini viral karena keaestheticannya.

Kafe ini didominasi dengan warna putih, warna yang memberikan kesan minimalis namun elegan. Di seberang Cafe, terhampar pamandangan Gunung Batur dan Danau Batur yang berhimpitan. Buat aku yang sudah menghabiskan waktu di Black Lava Camp, pemandangan ini menjadi biasa saja, hanya saja terletak agak lebih tinggi. Tapi tetap cantik untuk dinikmati.

Tidak banyak hal yang kami lakukan disini, hanya mengambil beberapa foto dan menikmati minuman yang kami pesan. Lalu segera kembali melanjutkan perjalanan setelah gelas sudah kosong.

PURA SEGARA ULUN DANU BATUR

Destinasi kami yang kedua di hari kedua adalah Pura Segara Ulun Danu Batur. Jadi, Pura ini terletak di pinggir Danau Batur. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Montana Del Cafe, tidak lebih dari 30 menit.

Saat kami sampai, kami diminta untuk menyewa kain seharga 10.000 per pcs untuk dililitkan sebagai bawahan, dan donasi seikhlasnya. Selesai berurusan dengan lili-melilit kain, kami berjalan menuju Pura. Saat kami tiba, tidak ada satu orang pun di sekitaran pura. Hanya beberapa orang yang sedang memancing dari kejauhan. Sialnya, saat kami sedang mengambil foto, ada sepasang anjing yang memantau dari kejauhan dan membuat suasana menjadi tegang saat mereka berjalan ke arah kami. Karena kami bertiga sama-sama takut anjing, Bunga mencoba menyuruh kita untuk tetap tenang supaya nggak dikejar, padahal aslinya mah ketar-ketir. Untung saja, Ana sempat memanggil bantuan kepada petugas pura untuk mengusir anjing-anjing itu.

Ini adalah salah satu hal yang agak bikin awkward di Bali, banyak banget anjing yang berkeliaran. Dan mereka itu nggak takut buat nyamperin, akunya yang jadi takut. Ada yang ngerasa gitu juga nggak? 

Balik ke Pura Segara Ulun Danu Batur, Pura ini sebenarnya indah. Terletak mengambang di atas Danau Batur. Namun sayang, menurut cerita dari petugas sekitar, Pura ini sudah jarang didatangi oleh wisatawan semenjak Covid-19. Tapi itu menjadi sebuah keburuntungan untuk kami, jadi kami bisa menikmati pura ini secara ekslusif.

BATUR NATURAL HOT SPRING


Puas mengambil foto di Pura Segara, kami melanjutkan perjalanan ke Toya Devasya yang letaknya tidak jauh dari Pura Segara. Sampai ditujuan, kami tidak langsung membawa pakaian untuk mandi. Ingin membaca situasi dulu. 

Dan kalian tau apa yang membuat kami terkejut?

Dipikiran kami, kami akan pergi ke tempat dimana banyak warga negara asing dan muda-mudi yang sedang mandi dengan baju seksi. Tapi kami tertegun ketika pemandian ini dipenuhi oleh sekelompok lansia yang sedang asik mandi bersama. Saat mata kami meyapu ke arah seberang, ternyata kami berlawanan arah dengan Toya Devasya. HAHA SALAH ALAMAT, ternyata sopir kami ngelantur saat itu, kami berbelok ke arah yang salah. Mobil kami ternyata berhenti di Batur Natural Hot Spring. Ya, sama-sama pemandian air panas sih, vibesnya saja yang berbeda.

Pemandangan dari Batur Natural Hot Spring, persis berhadapan dengan Toya Devasya

Meski pun berada di tujuan yang salah, nggak ada salahnya juga menikmati sebentar pemandangan yang ada di Batur Natural Hot Spring ini. 

Aku pribadi suka dengan pemandian air panas disini, tempatnya tenang dan damai. Mungkin jika lain kali aku berkesempatan ke Bali, tempat ini akan menjadi salah satu tujuanku. Berendam di dalam air panas, sembari menikmati hamparan Danau Batur di depan mata. Dan biaya masuknya pun tidak semahal Toya Devasya, hanya 50.000 per orang.

DESA PANGLIPURAN

Matahari sudah berada di atas kepala, menjelang tengah hari, kami kembali melanjutkan perjalanan ke arah penginapan kami selanjutnya di Ubud. Namun sebelum itu, kami singgah dulu ke daerah Bangli untuk menjelajahi Desa Panglipuran.

Konon katanya, Desa Panglipuran ini merupakan desa adat di Bali yang masih menjalankan budaya tradisional Bali. Tempat ini pun pernah dinobatkan sebagai desa yang paling bersih di dunia. Itu kenapa, tempat ini menjadi obyek wisata yang menarik bagi wisatawan.

Saat turun dari mobil, kami menuju ke loket untuk membeli tiket masuk. Satu orang dikenakan biaya sebesar 35.000. Setelah itu kami menuju ke arah pemukiman penduduk yang ternyata sudah ramai dengan rombongan wisatawan. Pupus sudah bayangan saya untuk bisa jalan-jalan cantik sembari mengambil foto setempat dengan tentram, tanpa rebutan. 

Tapi harus saya akui, tempat ini mungkin akan menjadi salah satu tempat sangat nyaman untuk ditinggali. Bangunan penduduknya masih kental dengan adat Bali, pun pakaian penduduknya pun masih tradisional. Kebersihannya pun terjaga. Sepertinya setiap sudut di Bali ini punya keistimewaannya sendiri untuk menarik wisatawan.

ALAM KAWI UBUD

Sunrise di persawahan yang dapat dinikmati dari beranda kamar

Langit mulai mendung ketika kami meninggalkan Desa Panglipuran. Setelah singgah untuk makan siang, kami segera menuju tempat bermalam kami selanjutnya. Alam Kawi Ubud merupakan penginapan yang terletak persis di tengah persawahan. Penginapan ini memiliki konsep nuansa Bali dan alam yang cukup kental. 

Sebutlah aku, orang yang sok ngide untuk menginap disini. Pemandangan sawah yang terhampar di depan kamar, membuat aku langsung tertarik  untuk mencoba penginapan ini, meski sempat goyah karena terpikir akan ada ular sawah yang bisa saja masuk ke dalam kamar,tapi alhamdulillah, nggak kejadian. 

Btw, sejak kami memutuskan untuk pergi ke Bali, aku sudah bertekat untuk mencoba bersepeda di Bali. Karena Alam Kawi Ubud memiliki fasilitas penyewaan sepeda, semakin keras kepala lah aku untuk menginap disini. Tapi, di hari kami sampai di penginapan, nyaliku seketika itu juga ciut ketika melihat medan untuk bersepeda di Ubud ternyata begitu banyak bukitnya. Untuk goweser newbie kaya aku, yang naik gunung dikit aja sudah ngeluh, aku memutuskan untuk membatalkan niatku untuk sepedaan di Bali. HAHA.

Selain penyewaan sepeda, penginapan yang mengusung slogan healthy lifestyle, healthy living ini juga memiliki program dan fasilitas olahraga lainnya, seperti kolam renang dan paket jalan santai ke air terjun. Cukup seru, bukan?

Saparannya yang sungguh healthy food sekali

Dua malam menginap di Alam Kawi Ubud, memberikan kesan tersendiri untuk kami. Tempatnya begitu tenang dan nyaman. Tipe kamar yang kami pesan adalah Villa Resort with Ricefield View dengan harga semalamnya sekitar 350.000. Kamarnya luas banget, fasilitasnya lengkap, ada balkonnya, dengan kamar mandinya yang semi outdoor. I won't regret spending time here.

MELASTI BEACH 

Hari ketiga di Bali kami awali dengan perjalanan menuju ke Kuta Selatan. Dan pemberhentian pertama kami adalah pantai melasti. Kami turun dari mobil saat matahari sedang panaas sekali. Sangking panasnya, jangankan untuk berfoto, untuk menikmati deburan obat saja rasanya terlalu menyengat.

Kami sempat berniat untuk pergi beach klub terdekat sekalian makan siang, tapi ternyata cukup pricey. Jadi akhirnya, kami memutuskan untuk makan siang di luar kawasan pantai saja.

Pantai ini sebenarnya sangat indah. Tapi keindahannya nggak cukup bisa dinikmati ketika harus bercucuran keringat untuk melawan matahari.

ULUWATU TEMPLE

Ada sebuah cerita lucu dibalik Uluwatu ini. Jadi ceritanya, Anna pengen nonton tari kecak di Pura Ulawatu yang konon katanya terkenal itu. Buat aku yang awam tentang Bali, aku sih ngikut aja. Jadi, dimalam kedua kami di Bali, kami mulai merencanakan kepergian kami ke Pura Uluwatu tersebut.

Aku pun mencari informasi tentang cara mendapatkan tiket untuk menonton tari kecak. Setelah berselancar sesaat, ternyata ada dua cara untuk membeli tiketnya, on the spot atau online. Salah satu cara pembelian online, katanya bisa dilakukan di Shopee. Akhirnya, aku yang dulu anak Shopee banget, langsung cari toko yang menjual tiket tari kecak Uluwatu. Lalu, aku menemukan beberapa toko yang menjual tiket tersebut. Aku pun berusaha menyeleksi beberapa toko tersebut dengan membaca komentar-komentar pembeli. Bunga tersenyum meremehkan saat tau aku berniat membeli tiket di Shopee, tapi aku bodo amatlah ya.

Setelah melakukan seleksi toko, dan bertanya kesediaan tiket, paginya, akhirnya aku membeli tiket di Shopee-nya Emibali dengan harga 120.000 per orang, lebih murah 30.000 jika dibandingkan membeli on the spot. Tapi anehnya, Emibali mengatakan bahwa pentasnya mulai pukul 19.00, sementara yang aku tau berdasarkan pengalaman orang-orang yang aku baca, pentas tari di Uluwatu dimulai jam 18.00, bersamaan dengan terbenamnya matahari. 

Aku pun berinisiatif untuk bertanya ke toko lain tentang pantas hari ini, dan ternyata toko lain mengatakan tidak ada pentas hari itu karena sudah dipesan private untuk parlemen seluruh dunia. Aku mulai resah. Kemudian, aku kembali menghubungi Emibali untuk mengkonfirmasi apa pentas hari ini benar ada. Emibali tetap berkata ada, tapi jam 19.00, karena jam 18.00 ada tamu negara. Aku masih ragu. Dalam hati mulai menyakini kalau aku kena tipu. Setelah itu, aku pun bercerita ke Ana tentang hal ini, dan kami tetap memutuskan pergi ke Uluwatu untuk memastikan. Lagi pula tiketnya sudah di bayar.

Selepas dari Melasti, kami pergi ke Pura Uluwatu. Aku langsung bertanya kepada petugas yang menjaga pintu masuk, apa pentas untuk umum hari ini diadakan jam 19, dan katanya iya. ALHAMDULILLAH KAGA JADI KETIPU GUE HAHAHA.

 Ohya, untuk masuk ke Pura Uluwatu, kita dikenakan biaya sekitar 30.000 per orang, sudah termasuk dengan selendang yang harus kita pakai selama di sekitaran pura ya. Sebelum masuk, kita sudah di wanti-wanti oleh petugas di pengecekan tiket untuk berhati-hati membawa barang pribadi seperti kamacata, topi, dan handphone karena banyak monyet agresif yang nggak sungkan merebutnya dari kami. Dan benar saja, ketika kami masuk, ada pengunjung lain yang handphone-nya berhasil di rebut oleh monyet. Kami? Alhamdulillah, pulang dalam keadaan lengkap.

Kalau ada orang yang nanya, tempat rekomendasi yang harus dikunjungi di Bali, saya akan bilang Pura Uluwatu. Ini salah satu tempat yang enjoyable banget. Letaknya di pinggir tebing yang berbatasan langsung dengan laut lepas. Kita bisa menikmati keindahan budaya dan alam dalam satu tempat sekaligus.

Sunset di Pura Uluwatu sambil menunggu waktu pertunjukkan

Satu setengah jam menjelang pertunjukkan, loket tiket dibuka. Ada dua jenis loket yang dibuka, pembayaran on site dan penukaran tiket online. Enaknya membeli tiket online, kita tinggal menukarkan voucher yang sudah kita beli, tanpa antri lama, dan harganya jadi lebih miring. Terima kasih Emibali, maafkan diri ini yang sempat seudzon.

Pertunjukkan dimulai jam 19. Meski tidak dilatarbelakangi oleh sunset, pertunjukkannya tetap sangat menarik. Penarinya lawak-lawak. I really enjoyed the show with no regret. Pentas yang sangat memukau untuk menutup perjalanan kami di Bali.

---

Selain tempat wisata dan penginapannya yang sangat mempersona, Bali juga memiliki kuliner yang tidak kalah enaknya. Saat kami sampai di Bali, kami makan siang di The HUB Bali. Saat itu saya memesan Chicken Ristafle, meski pricey, seharga 85.000 tapi rasanya nggak mengkhianati. Enak banget. Lalu,  ketika kami di sekitaran Kuta Selatan, kami makan siang di Bambu Kitchen Pecatu, tempatnya sangat cozy dan menu makanannya juga enak-enak, pun harganya sangat ramah kantong. Terakhir, rekomendasi jatuh juga pada Ayam Betutu Gilimanuk. Sate lilit yang mereka punya itu enaaaak banget, terenak dari yang pernah aku coba. 

Aku akui Bali adalah pulau yang cantik dan penuh dengan budaya yang kental, nggak heran kalau banyak sekali orang yang merekomendasikan Bali sebagai destinasi wisata. Meski begitu, aku nggak terlalu merasa nyaman berlama-lama di sana. Bukan karena apa, aku suka keindahan alamnya, aku suka kulinernya, aku suka suasana kehidupannya, tapi aku agak kesulitan untuk melakukan ibadah. Mungkin ini kali ya rasanya jadi kaum minoritas. Padahal ini baru Bali, belum Eropa.

Selepas dari Bali, aku pernah ngobrol sama Ana dan bilang kalau aku nggak ingin kembali ke sana lagi. Tapi mungkin karena Bali itu istimewa, akhir-akhir ini aku mulai memiliki keinginan untuk berlibur lagi ke sana. Kalian gitu juga nggak sih?

Comments

  1. Aww suka deh liat itin kalian yang nampak selow tapi tetap mencoba beberapa pengalaman baru. Beda bgt sama itin keluargaku yang biasanya sgt padat merayap hehe ^^

    ReplyDelete

Post a Comment