Catatan Perjalanan Ke Gili Trawangan

Kata orang, Gili Trawangan itu Balinya Lombok. Tapi katanya orang yang lainnya, kalimat yang diawali dengan “katanya”, biasanya akan berakhir kalau-nggak-hoax-ya-gossip. Jadi, daripada termakan hoax, atau dikibuli gossip, saya memutuskan untuk mengunjungi Gili Trawangan di hari ketiga saya di Lombok.

Saya berangkat dari Villa Qunci sekitar jam 9 pagi, selepas sarapan. Duduk di jok belakang, dibonceng tour guide andalan saya. Pagi itu kami menuju Pelabuhan Bangsal, letaknya di Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Jangan tanya saya di mana lokasi persisnya pelabuhan itu, karena saya sibuk menikmati pemandangan sekitar. Satu-satunya yang saya ingat adalah ketika kami bertemu komunitas monyet yang sedang asik nongkrong di jalan raya. Gemes sih, tapi ini bisa jadi peringatan juga bahwa tempat tinggal mereka mungkin mulai dikeruk. Ah dasar saya saja yang sok tahu, siapa tau monyet-monyet itu memang anak gaul yang suka godain cewek-cewek di pinggir jalan.

Kami sampai di pelabuhan sekitar jam setengah 11 siang. Pelabuhan yang kami tuju ini adalah salah satu alternatif penyebrangan yang disediakan oleh pemerintah daerah. Kapal yang tersedia berupa public slow boat, kapal kayu yang disupport oleh mesin. Biaya yang perlu disiapkan untuk menuju Gili Trawangan hanya Rp 15.000 per orang. Setelah membeli tiket di loket, kami diberi boarding pass yang disertai nomor urut. Kapal baru berangkat jika penumpang sudah penuh, atau hingga tercapai nomor urut penumpang 40.

Saat penumpang sudah mencapai target, kami diminta untuk mulai menaiki kapal. Penumpang di kapal ini beraneka ragam macamnya, ada turis, ada wisatawan lokal, ada pekerja, dan ada pula warga sana yang baru kembali dari berbelanja. Jadi jangan heran, isi kapal sudah seperti mini market yang semuanya serba ada.

Awalnya saya mengira perjalanan ini akan menghabiskan waktu sekitar 1 jam, tapi ternyata setelah dijalani, hanya menghabiskan waktu sekitar 15-20 menit. Tapi, tetap saja, bagi saya yang overthinking dan hanya pernah menaiki kapal kayu di sungai Mahakam yang minim ombak, rasanya seperti seharian penuh. Sepanjang perjalanan yang terlintas di kepala saya, ini kalau tenggelam di sini, keluarga di rumah nggak bakal tahu nih. Tapi Alhamdulillah, kapal sampai dengan selamat di pelabuhan Gili Trawangan.

Sesampainya di Gili Trawangan, kami langsung berjalan kaki menuju penginapan dengan bantuan google map yang-hanya-membantu-setengah-perjalanan. Ya, sepertinya bukan hal yang tabu kalau google map seringkali suka menyesatkan, dan akhirnya membuat kami harus mencari jalan secara manual. Lucky me, penginapan ini tidak terlalu jauh dari jalan utama dan saya punya tour guide yang ahli navigasi.

Saya jadi ingat sesuatu, jadi sebelum kami berangkat ke Gili Trawangan, kami sempat singgah ke ATM untuk tarik tunai. Karena kami takut, kami tidak menemukan ATM di Gili Trawangan. Tapi ternyata, disepanjang perjalanan menuju penginapan, kami menemukan ATM. Ah, sepertinya kami memang terlalu meremehkan pulau ini.

Tiba di penginapan, saya segera membereskan barang-barang, mandi, dan beristirahat. Fyi, saya menginap di Little Coco Gili Trawangan Hotel & Villas. Nanti, insyallah, akan saya bahas khusus setelah tulisan ini ya. Semoga saya tidak malas!

Spoiler dikit foto penginapannya ya.
Sorenya, tour guide saya mengajak saya untuk menikmati sunset di pinggir pantai Gili Trawangan. Ohya di Gili Trawangan ini tidak ada kendaraan bermotor, yang ada hanya sepeda dan cidomo atau-biasa-kita-sebut-delman. Untuk menuju spot sunset, kami menyewa sepeda di penyewaan sebelah penginapan kami. Harganya sekitar 30.000 per sepeda, selama 24 jam. Sepedanya hanya sepeda sederhana, sepeda lama dengan keranjang di depannya. Bukan MTB, road bike, atau sepeda lipat yang sedang marak di jalanan akhir-akhir ini. Jadi, nggak bisa sok-sok gaul begitu.

Sebelum kami menuju spot sunset, kami yang belum makan sejak siang tadi, singgah sebentar ke Istanbul Kebab yang terletak di jalan besar. Disitu kami memesan combo kebab yang sudah include dengan kentang dan minuman. Harga per paketnya sekitar 120 ribu. Saya pikir kebab yang dihidangkan akan sama seperti kebab pada biasanya, tapi ternyata kebabnya lumayan besar dan isinya banyak banget, gila. Tidak hanya daging dan sayuran, kentang goreng pun jadi isian kebab juga disini.

Kebab Istanbul ala Gili Trawangan yang super berisi.
Setelah menyantap kebab yang akhirnya hanya saya habiskan separuhnya, kami mengayuhkan sepeda kami ke spot sunset sambil mengelilingi Gili Trawangan. Saya kira bersepeda di GIli Trawangan akan sama menyenangkannya dengan bersepeda di kota yang sebagian besar jalannya beraspal. Tapi ternyata, berkali-kali saya hampir jatuh karena jalannya yang berpasir. Kemampuan bersepeda saya jadi nol besar di tempat ini.

Kami berhenti di salah satu spot sunset dengan ayunan di depannya. Sempat ditawari tour guide saya untuk berfoto, tapi saya tidak ingin merelakan celana saya basah hanya untuk sebuah foto. Disini kami duduk santai untuk menikmati sunset, lebih tepatnya tour guide saya duduk santai sementara saya sibuk mengabadikan pemandangan.

Sunset dari Gili Trawangan!
Pasti sudah nggak asing dong ya dengan pemandangan ayunan di tengah pantai begini.
Setelah puas menikmati matahari terbenam, kami segera kembali ke penginapan. Jalanan di malam hari gelap, kata tour guide saya. Dan memang benar, diperjalanan kami kembali ke penginapan, jalanan mulai remang-remang karena kehilangan sinar matahari. Sialnya, saya lupa merengek dulu ke tour guide saya untuk singgah ke mini market, karena saat kembali ke penginapan, saya baru ingat bahwa kami hanya memiliki 1 botol mineral yang kami bawa sebelum menyebrang. Alhasil 1 botol itu kami bagi berdua, dan terpaksa menahan haus di sisa malam.

Malam sebelum tidur, saya sudah sok ngide untuk nyari sunrise besok pagi. Tapi keinginan saya dipatahkan sama tour guide saya yang berkata bahwa tidak ada sunrise di Gili Trawangan, adanya di Lombok Timur. Tapi, saya tetap keras kepala mewanti-wanti tour guide saya untuk bangun pagi dan jalan berkeliling.

Keesokan paginya, kami berdua terlalu berat untuk membuka mata di pagi hari, dan terpaksa memilih untuk tidur kembali. Siangnya, kami berencana mencari makan di luar. Tapi sebelum itu, kami singgah ke mini market untuk berbelanja. Sempat menerka-nerka, berapa kali lipat perkiraan harga barang pokok di Gili ini jika dibandingkan di daerah biasa. Awalnya kami mengira harganya akan naik 3 – 4 kali lipat dari harga biasa, tapi ternyata kebanyakan harganya hanya naik 2 kali lipat. Meski hanya 2 kali lipat, tapi tetap ngilu sih pas ngeluarin duit di dompet dengan belanjaan yang sebenarnya nggak seberapa.

Pricelist beberapa barang di Gili Trawangan.
Selesai berbelanja, saya di PHP sama tour guide saya yang membujuk saya untuk kembali ke penginapan dan makan pop mie saja. Menyebalkan memang. Sore harinya, saya baru diajak makan di sebuah warung pinggir pantai bernama Sama-Sama Reggae Bar.

View dari Sama-Sama Reggae Bar di sore hari. Tjakep!
Nasi goreng pesanan aku.
Situasi Sama-Sama Reggae Bar menjelang malam hari.
Selepas menyantap pesanan saya yang berupa nasi goreng dan jus alpukat yang agak pahit karena masih kemudaan, kami singgah di Cremoso, sebuah toko ice cream yang sudah saya lirik sejak awal tiba di Gili Trawangan. Letak toko ini persis di sebelah Istanbul Kebab, saya lupa ice cream rasa apa yang saya makan tapi it’s good!

Sampai di penginapan, kami tidur lebih cepat karena besok paginya kami harus mengejar kapal untuk kembali ke daratan Lombok. Kami memutuskan menggunakan public slow boat lagi, datang selepas sarapan ke pelabuhan, lalu menunggu hingga penumpang mencapai 40 orang, dan kemudian kembali melintasi lautan.

Kami menghabiskan waktu sekitar 2 hari 2 malam di Gili Trawangan. Berangkat Kamis pagi, dan kembali Sabtu pagi untuk mengejar laboratorium untuk swab karena saya harus pulang di hari Senin. Ohya, perjalanan saya ke Gili Trawangan ini (sekitar bulan Juni lalu) tidak memerlukan persyaratan apapun, tidak ada permintaan surat sehat, tidak ada permintaan sertifikat vaksin, pun tidak permintaan sertifikat tanah. Kalau kata tour guide saya, di Gili Trawangan nggak ada Covid-19, virusnya terbang waktu menyebrangi lautan.

Meski pun selama di Gili Trawangan saya kebanyakan golernya, dan tidak banyak kemana-mana, tapi semoga suatu saat nanti bisa main-main lagi ke Gili ini untuk explore yang lebih lagi.

Comments

  1. Wah gaya liburannya kok mirip ya. Aku juga kalau liburan banyak goler2nya dibanding eksplor tempat :P

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rasanya menikmati waktu yang bergulir lambat dengan suasana baru itu rasanya sudah istimewa !

      Delete

Post a Comment