PENGALAMAN KONSELING ONLINE BERSAMA RILIV


Everyone has a problem, right? As Mark Manson said, “Life is essentially an endless series of ploblems.”
Apalagi menginjak usia 25 tahun ke atas, segala sesuatu yang nggak cocok dengan visi dan misi, auto jadi masalah. Belum lagi harus menghadapi quarter life crisis dan tuntutan dari lingkungan sekitar yang kadang bikin kita pengen ngubur diri hidup-hidup di dalam tanah. Life is hard, bro.

Dan sama seperti manusia lainnya, hidup saya nggak pernah baik-baik saja, walau pun saya terlihat sebaliknya. But trust me, I’m also a human who has too much drama in my life. But I choose to keep it in myself, even though it hurts me sometimes. Bagi saya masalah itu sama seperti buang angin, harus dirahasiakan rapet-rapet, dan bahkan terkadang harus bersandiwara ketika baunya mulai kecium orang lain supaya nggak ketauan pelakunya. Hahaha. Jangan dicontoh.

For me, being 26th isn't easy. It's hard, too hard. Terlalu banyak tuntutan, terlalu banyak perbandingan, terlalu banyak harapan, terlalu banyak masalah. Parahnya, segala hal yang saya jalani bertolak belakang dengan keinginan hati. Rasanya seperti menjalani hidup orang lain, menipu diri sendiri. Kalau dipikir-pikir, dibully karena masalah jerawat saat sekolah terasa lebih ringan dibandingkan menjadi dewasa.

Ah, apa hanya aku yang merasakan demikian?

Puncaknya, delapan bulan yang lalu. I felt so disappointed in me. Rasanya kacau balau. Tapi sama seperti hari-hari sebelumnya, saya memilih mengubur semua perasaan itu dan menganggap perasaan itu akan hilang dengan sendirinya. But, I was wrong.

Saya mulai merasakan ada yang berbeda dalam diri saya. Saya mengalami beberapa gejala yang saya nggak tau itu apa. Saya mengalami kegelisahan yang tidak beralasan, menggigil padahal nggak demam, jantung berdenyut cepat padahal nadi masih dalam range normal, sulit tidur padahal sangat mengantuk. Saya berada di titik dimana saya mulai mengira saya akan menjadi tidak waras.

Saya sempat menceritakan masalah ini ke beberapa teman saya, ada yang berkata saya kelelahan, ada yang menyarankan saya untuk membaca Al-Qur'an, dan ada juga yang menganjurkan saya untuk ke psikolog.

What? Go to a psychologist? I don't think I need that. Saya rasa saya belum butuh seseorang yang dibayar hanya untuk mendengarkan semua drama hidup saya.  

Hingga akhirnya pada malam peringatan tahun ke 3 meninggalnya Bapak, sekitar dua bulan yang lalu, saya mengalami kesulitan tidur parah. Paginya, setelah akhirnya saya berhasil ketiduran, saya memutuskan untuk mencari bantuan melalui konseling ke psikolog.

Hidup diera pandemi, membuat semua kegiatan menjadi serba daring, termasuk konseling. Dengan memikirkan berbagai pertimbangan, saya pun memilih mengikuti konseling secara online. Alasannya sederhana, saya jadi tidak perlu repot-repot keluar rumah dengan segala tetek bengek protokol kesehatan.

Setelah membulatkan tekat, saya kemudian mencoba mengumpulkan beberapa informasi mengenai layanan konseling online. Dan ternyata, sudah banyak sekali penyelanggara konseling online di Indonesia, seperti KLEE, riliv, KARIIB, Ibunda, pijar psikologi, dan banyak lagi. 

Setelah mendata, memantau tarif layanan, dan melihat review beberapa penyelenggara, saya lalu mantap memilih riliv. But, why riliv? First, it has a good review. Second, it has affordable price. Third, it has medication application.

Tanpa basa-basi, saya kemudian mendaftarkan diri melalui website riliv di riliv.co. Di website ini, saya ditawarkan beberapa pilihan konseling. Ada konseling yang melalui chat, ada juga yang melalui telepon. Selain itu, disini juga terdapat beragam pilihan paket konseling. Ada paket perkenalan untuk 1 kali konseling, hingga paket bahagia untuk 12 kali konseling. Harganya pun bervariasi sesuai dengan media dan paket yang dipilih, range-nya mulai dari 100.000 hingga 924.000/paket. Mulai tertarik?

Pilihan paket di Riliv
Because I’m not really good at speaking, but better in texting, so I decided to do a counseling via text. Saya mendaftar paket  perkenalan yang menyediakan 1x sesi konseling teks selama 60 menit. Setelah melakukan pendaftaran dan pembayaran, saya mendapatkan konfirmasi via email yang meminta saya untuk menambah akun Official Line Riliv di Line Messenger. Ya, sesi konseling Riliv ini dilakukan dengan Line Messenger. Agak nyebelin memang, terutama untuk saya pengguna iPhone 16gb yang harus kerja keras untuk menghemat ruang penyimpanan.

Selepas saya terhubung dengan Official Line Riliv, saya diminta untuk mengisi 7 pertanyaan yang meliputi data diri, asal-mula mengetahui tentang riliv, pengalaman menemui professional, permasalahan yang ingin dikonsultasikan, masalah yang sedang dialami, skala stress, dan tujuan yang diinginkan dari sesi konseling. Dua jam setelah saya mengirimkan jawaban, saya mendapatkan jadwal konseling yang akan dilaksanakan pada keesokan harinya. Seketika itu pula saya dikenalkan dengan psikolog yang akan menangani saya, yakni mbak Prita, Maharani, M.Psi. Wow good, saya nggak mengira akan langsung ditangani dengan seorang M.Psi.

Perkenalan dari mbak Pritaa.
Hari-H, ketika mendekati waktu konseling, mbak Pria mengkonfirmasi kesanggupan saya untuk melakukan konseling hari ini. Setelah saya menyanggupi, pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh mbak Pria adalah, “Bisa saya diceritakan detail lengkap masalahnya apa?” 

Saya pun menceritakan hampir semua masalah, pengalaman, dan gejala-gejala yang saya alami secara blak-blakan. Sesekali Mbak Prita menimpali pertanyaan untuk menggali informasi lebih banyak. Percakapan berjalan begitu menyenangkan dan melegakan. Mbak Prita begitu ramah, solusioner, dan berbicara tanpa ada rasa menghakimi sedikitpun. I felt like talking to my bestfriend. Membuat saya yang awalnya merasa risih, tiba-tiba dibuat begitu nyaman, kaya kamu dulu #ea.

Ada satu, pertanyaan Mbak Prita yang benar-bena membuat saya ‘kena’ banget. Ketika beliau bertanya, “Kapan terakhir Dila bahagia? Kapan terakhhir makan indomie sambil nonton drakor?” Seketika itu juga saya langsung berpikir keras. Kapan ya?

Setelah saya mengeluarkan beragam unek-unek, Mbak Prita memberikan saya terapi meditasi dan beberapa PR. Diantaranya :
  • Terapi setiap malam sebelum tidur - Saya melakukannya hanya saat saya ingat atau sedang kambuh. Sorry, mbak Prita. Hehe.
  • Menulis kekurangan dan kelebihan diriI still don’t do this, it’s too hard for me.
  • Belajar untuk memilih pikiran - Saat ini saya sedang berjuang untuk mendedikasikan semua pikiran dan tenaga hanya untuk hari ini, tanpa perlu meresahkan masa depan, dan menyesali masa lalu. Toh meski hari ini saya hidup dan sehat, saya belum punya hari esok.
  • Membuat skala prioritas kerjaan - Untuk ini, untungnya saya terbiasa menulis agenda  kegiatan harian
  • Belajar mencintai diri sendiriI try it, but it still feels so hard when I remember about my wound.
  • Belajar berdamai dengan keadaan dan diri sendiri - I'm fighting for this.
  • Membuat jurnal - I write it almost everyday. It helps me a lot, alhamdulillah. 
  • Mencari seseorang yang bisa dipercaya sebagai teman cerita - I still can’t do it. It’s hard to trust someone to know about my all of my sins and problems.
My journal. Kutipan dari buku Yang Belum Usia oleh pijarpsikologi.
Setelah memberikan terapi dan PR, kami ternyata baru menghabiskan waktu setengah jam, dan kami masih memiliki banyak sisa waktu. Saya sempat mengira konseling via text ini akan terasa lama, karena untuk berpikir dan mengetik pasti membutuhkan waktu. Tapi ternyata enggak, chat saya dibalas dengan spontan sekali oleh mbak Prita. Cepat, kaya chat gebetan pas lagi gencar-gencarnya. Saya dibuat merasa seperti sedang mengobrol secara langsung.

Mbak Prita selalu menawarkan untuk menanyakan hal-hal yang mungkin masih mengganjal disisa waktu kami. Kami pun lanjut mengobrol beberapa hal, hingga sesi konseling saya berakhir ke menit 67, lebih 7 menit dari jatah. Murah hati sekali..

So, what do I think about counseling with Riliv? It was fun. Memang pada mulanya terasa awkward, menceritakan pengalaman pribadi dengan orang asing, yang notabenenya bukan saya banget. Tapi ternyata menceritakan masalah kita kepada orang lain itu rasanya legaaaa banget. Meski nggak semua hal saya ceritakan, tapi saya merasa hidup lebih ringan. Buat saya ini more than worth it banget sih.

How do I feel after the counseling? I feel so much better. Tentu, gejala yang saya rasakan kadangkala masih suka muncul dan pikiran saya masih seringkali kacau, meski nggak separah dulu. Hal-hal yang demikian pun biasanya hadir karena ada pemicu, seperti saat saya sedang kesal tapi saya nggak bisa ungkapin, ketika saya sedang merenung sendiri dan mulai overthinking, dan tatkala saya merasa desperate banget dengan hidup. Tapi dengan bantuan terapi meditasi yang pernah diberikan mbak Prita, sedikit-banyak bisa membantu saya mengendalikan semua gejala saya. Jurnal yang saya tulis setiap hari pun berhasil membantu saya menyalurkan unek-unek yang saya simpan sendiri setiap harinya. It helps me a lot. Terima kasih riliv, terima kasih mbak Prita!

Sebelum saya menutup tulisan ini, I wanna tell you this. Hidup ini sulit. Perjalanan yang harus kita lalui pelik. Terkadang kita butuh seseorang untuk membantu kita melewati semua permasalahan. Ketika kamu mulai kepayahan, tolong cari pertolongan. Seperti drama korea yang sedang hits belakangan ini, it's okay to be not okay.

Comments

  1. Halo, terimakasih reviewnya. Sangat membantu..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih kembali mbak. Saya ikut senang jika bisa membantu.

      Delete

Post a Comment