Mengelilingi 76 Hektar Pulau Kumala


Memasuki bulan ke dua di tahun 2019, saya akhirnya memutuskan untuk kembali muncul di halaman ini. Nggak berniat untuk berhenti menulis, hanya saja belakangan ini saya disibukkan dengan pekerjaan – ciela kerja, sekarang mah udah nganggur lagi. Sementara diluar itu, saya sedang dihantui dengan perasaan sedih karena suatu hal yang berhasil membuat saya uring-uringan untuk melakukan apa saja, and I don’t wanna talk about it in here, guys.

Sekitar pertengahan bulan Desember kemarin, saya baru saja mengunjungi salah satu destinasi wisata hits di Kabupaten Kutai Kartanegara yang terkenal dengan ikon patung lembuswananya. Berbekal kegalauan yang memuncak dan sisa tenaga selepas dinas malam, akhirnya saya pergi ke Pulau Kumala. Yey! Fyi, ini adalah kali kedua saya mengunjungi tempat ini, setelah 2016 silam. Jika dua tahun lalu saya pergi ke tempat ini bersama keluarga besar saya, kali ini saya pergi sendiri. And now let's see, seberapa menyenangkan tempat ini untuk berlibur sendirian.

Sedikit cerita, Pulau Kumala ini adalah sebuah pulau seluas ± 76 hektar yang terletak di tengah-tengah aliran sungai makaham. Konon awalnya tempat ini hanyalah sebuah pulau yang dipenuhi dengan semak belukar, hingga akhirnya mulai dibangun menjadi destinasi wisata pada zamannya. Tante saya sering bercerita bahwa dulu Pulau Kumala ini adalah tempat rekreasi yang paling heboh, bahkan bisa disebut sebagai Dufannya Kutai Kartanegara. Namun sayangnya, destinasi wisata ini sempat mangkrak dan nggak terurus. Sebelum akhirnya beberapa tahun belakang, pulau ini dibangun kembali dan dibuka untuk umum. 

Pulau Kumala terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara, tepatnya di kecamatan Tenggarong. Untuk mencapai Pulau Kumala, kita hanya perlu menyeberangi jembatan Kutai Kartanegara dan berbelok ke arah kanan, kemudian berjalan lurus menyusuri jalan pinggiran sungai di kelurahan Timbau hingga terlihat sebuah jembatan panjang penghubung Pulau Kumala alias Jembatan Repo-Repo yang terletak di kanan jalan.




Ketika sampai di sekitaran Jembatan Repo-Repo, kita harus naik dan berjalan kaki melintasi jembatan sejauh 230 meter ini untuk sampai di Pulau Kumala. Jembatan yang baru saja diresmikan pada tahun 2016 merupakan akses utama ke Pulau Kumala yang pada tahun-tahun sebelumnya hanya bisa di tempuh dengan perahu atau pun kereta gantung yang sudah lama rusak. 

Jembatan Repo-Repo yang memiliki panjang 230 meter.
Pemandangan Sungai Mahakam yang dapat dilihat dari Jembatan Repo-Repo.
Ada satu hal yang menarik ketika saya berada di tengah Jembatan Repo-Repo, saya melihat beberapa gembok tergantung manis diantara jeruji baja yang mendindingi jembatan. Seperti namanya ‘Repo-Repo’ yang berarti gembok, setiap orang yang melintasi di jembatan ini bebas meletakkan gembok sebagai kenang-kenangan atau pun simbol cinta. Wah, sekilas saya merasa seperti di Pont des Arts Bridge di Paris.

Beberapa gembok yang terpajang di Jembatan Repo-Repo.
Menginjakkan kaki di Pulau Kumala, saya harus membayar karcis senilai 7.000 untuk satu orang dewasa agar dapat bebas berkeliling di Pulau Kumala. Murah, bukan? Bayangkan, dengan karcis semurah itu saya bisa puas mengelilingi spot-spot indah yang ada di pulau ini. Eits, tapi harga itu belum mencakup wahana-wahana yang ada disini ya.

Karcis masuk pengunjung Pulau Kumala, abaikan tangan yang jarang digenggam #eh.
Tanpa membuang-buang waktu, saya pun segera melangkahkan kaki ke spot pertama yakni sandaran perahu. Dari lokasi ini, saya bisa melihat kemegahan Jembatan Repo-Repo yang terbentang diatas sungai Mahakam. 

Gerbang Kumala Fantasy Island yang terletak di sekitaran sandaran perahu.
Pemandangan Jembatan Repo-Repo yang dilihat dari sandaran perahu.


Puas melihat pemandangan di sandaran perahu, saya melanjutkan perjalanan menuju spot wahana boom-boom car dan komedi putar. Ada hal yang berbeda dengan saat tahun 2016 lalu saya pergi ke tempat ini. Dulu, komedi putar ini berputar dengan begitu aktif, banyak anak berlarian menarik orang tuanya untuk memohon menaikinya. Nabika bahkan meminta berkali-kali untuk dapat menaiki wahana ini. Tapi sayang, sekarang wahana ini diam tak bergerak, ditutupi oleh kain biru besar yang membungkusnya. Begitu juga dengan wahana boom-boom car-nya yang tampak begitu berdebu dan tak terurus. Sayang banget yaa..

Boom-boom car yang tak lagi terpakai.
Setelah puas memotret beberapa spot yang saya lewati di sekitaran dua wahana tadi, saya mulai merasa kelelahan, padahal rasanya belum setengah jam saya berjalan. Saya pun mulai melirik ke arah penyewaan sepeda yang sedari tadi berteriak ke arah saya menawarkan jasanya, dan memutuskan untuk menyewa salah satu sepeda. Ohya, sepeda yang disewakan disini sangat beragam, mulai dari sepeda keranjang, sepeda tendem, hingga sepeda motor. Untuk satu buah sepeda putih berkeranjang yang saya sewa, dikenakan tarif 30.000/jam-nya. 

Mengayuh sepeda dengan perlahan, saya melaju memutari bagian pulau yang belum saya jelajahi. Sepanjang perjalanan, saya menemukan banyak spot cantik, seperti sarang burung raksasa, cottage berbahan kayu yang mengelilingi danau, pura pasak dengan singgahsana di puncaknya, rumah adat, hingga lambang khas Pulau Kumala yang berdiri di tegak di ujung pulau.

Rumah adat panggung yang aku tak tau apa namanya. 
Rumah adat dengan ukiran khas Kalimantan.
Salah satu cottage di Pulau Kumala.
Sarang burung dengan obyek sepeda putih yang saya sewa. Hehe 
Pemandangan Jembatan Kukar yang dapat dilihat dari ujung Pulau Kumala.
Danau yang terletak di sekitaran cottage.
Pura pasak yang terletak di tengah Pulau Kumala.
Singgahsana yang terletak di tengah Pura Pasak.
To be honest, this’s such a beautiful place. Sayangnya, beberapa fasilitas yang dimiliki pulau ini tidak terawat dengan apik, sehingga hanya menjadi pajangan yang bermandikan debu. Tapi percaya deh, pergi ke tempat ini nggak akan membuat kalian menyesal, karena tempat ini memiliki banyak spot instagramable yang bisa membantu mempercantik feed kamu.

Saran saya, jangan pergi ke tempat ini sendirian. Awalnya saya merasa aman saat bersepeda di jalur yang berhadapan dengan kelurahan Timbau, karena saya selalu menemui dua/tiga orang yang juga berkeliling di perjalanan. Tapi ketika saya berputar arah menggunakan jalur yang lain, jalur yang berhadapan dengan Tenggarong Sebrang, tidak ada satu pun orang yang berada di jalan ini. Belum lagi waktu itu kaki saya mulai kelelahan mengayuh, tapi enggan untuk berhenti karena saya takut terjadi hal yang nggak-nggak, seperti penampakan mitos-mitos yang banyak diceritakan atau penjahat yang mungkin bisa saja memanfaatkan kondisi sepi seperti ini. Untungnya, setelah 15 menit mengayuh tanpa henti dengan jantung yang berdebar-debar, saya bertemu orang lain di pertigaan jalan sehingga saya bisa bernapas dengan lega. Fyuh.

Satu jam bersepeda mengelilingi Pulau Kumala cukup membuat saya puas dan kelelahan, belum lagi ditambah dehidrasi karena bersepeda di siang bolong. Untungnya, di tempat ini menyediakan tempat makan sehingga saya bisa beristirahat sambil mengisi tenaga. Selain wisata kuliner, tempat ini juga menyediakan penjualan oleh-oleh loh. Pokoknya disini semuanya ada, masjid, kamar kecil, tempat makan, tinggal penyewaan pasangan aja yang nggak ada #eh.

Buat kamu yang lagi jenuh banget, dan nggak tau pengen kemana, setidaknya semilir angin di Pulau Kumala bisa jadi tempat alternatif untuk menghilangkan suntuk sih bareng teman-teman sih. Jadi, ayo ke Pulau Kumala!

Comments

  1. Sepertinya bagus tempatnya, tapi sayang kalau kurang terawat. Padahal bisa jadi tempat yang wajib dikunjungi kalau ke sana.
    Thanks for sharing, kak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin karena biaya perawatan yang nggak murah, makanya jadi nggak terawat begitu mbak. Semoga aja kedepannya bisa lebih baik.

      Delete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment